Stres Bisa Memicu Rambut Rontok, Begini Cara Mengatasinya
20-November-24, 16:21Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Ada banyak hal yang bisa memicu stres dalam kehidupan ini, salah satunya adalah situasi pandemi Covid-19 yang tak tahu kapan akan berakhir.
Situasi pandemi yang memicu stres ini juga meningkatkan risiko kerontokan rambut. Memang rambut rontok ini bukan efek langsung dari Covid-19.
Namun, tekanan atau stres yang ditimbulkan akibat pandemi inilah yang bisa meningkatkan risiko kerontokan rambut.
Efek stres pada kerontokan rambut
Menurut ahli dermatologi Shilpi Khetarpal, stres juga bisa memicu rambut rontok yang sangat parah.
"Ada bentuk kerontokan rambut yang biasa disebut telogen effluvium yang bisa menyebabkan kerontokan parah," ucapnya.
Ada beberapa faktor yang bisamemicu jenis kerontokan ini, seperti operasi, anestesi umum, stres secara fisik atau psikologis, demam tinggi, penurunan berat badan, perubahan pola makan serta perubahan hormonal seelah melahirkan atau selama menopause.
"Kekurangan nutrisi tertentu seperti zat besi atau Vitamin D dan konsumsi obat-obatan tertentu atau gangguan tiroid juga bisa memicu kerontokan rambut,” tambah Khetarpal.
Dengan kata lain, ada banyak hal yang bisa memicu kerontokan rambut. Itu sebabnya, cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan memahami pemicu kerontokan tersebut.
"Stres atau syok besar bisa memicu kerontokan rambut hingga 50 persen," ucap Khetarpal.
Biasanya, kerontokan rambut karena stres ini terjadi tidak secara langsung. Kondisi tersebut bisa terjadi usai dua atau tiga bulan kondisi pemicu stres atau syok itu terjadi.
Dalam sebagian besar kasus, kata Khetarpal, kerontokan rambut karena stres ini bisa sembuh dalam waktu enam bulan.
Namun, tekanan emosional tambahan juga bisa membuat kerontokan rambut ini terjadi dalam jangka panjang.
Peningkatan stres di tengah pandemi
Beberapa gejala infeksi Covid-19, seperti flu, radang tengrokan, atau demam,juga bisa memicu kerontokan rambut.
Namun, situasi pandemi ini bisa memicu stres pada siapa saja, tak hanya orang yang dinyatakan positif terinfeksi saja.
"Ada banyak tekanan yang terjadi di situasi pandemi ini, yang bisa berpengaruh pada fisik dan emosional," ucap Khetarpal.