Bacakan Pleidoi, Munarman Sebut Perkaranya Direkayasa untuk Tutupi Kasus Pembunuhan 6 Laskar FPI
20-November-24, 12:31Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme, Munarman, mengganggap kasus yang menjeratnya itu hasil rekayasa.
Menurut dia, kasus dugaan terorisme direkayasa untuk menutupi kasus pembunuhan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) yang terjadi di Km 50 Tol Jakarta Cikampek.
Hal ini dia sampaikan melalui pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan delapan tahun penjara tekait kasus dugaan terorisme.
"Perkara ini memang direkayasa untuk menutupi dan menjustifikasi extra judicial killing terhadap enam orang pengawal HRS (Habib Rizieq Shihab) yang dimulai dengan pembubaran FPI dengan alasan mendukung ISIS. Lalu dicarikan peristiwa yang bisa dikonstruksi melalui fitnah bahwa seolah-olah FPI mendukung ISIS adalah benar," kata Munarman di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (21/3/2022).
Munarman mengungkapkan, dirinya diinterogasi di luar ketentuan hukum acara dan ditanya soal tentang Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI.
Bahkan, Munarman juga mengaku ditanya soal perannya dalam advokasi peristiwa pembunuhan itu.
"Dan lucunya, dokumen laporan pemantauan dari Komnas HAM tentang peristiwa KM 50 ikut disita dalam penggeledahan di rumah saya dan malah dituntut untuk dimusnahkan," ujar Munarman.
Munarman bertanya-tanya soal hubungan antara perkara terorisme yang menjeratnya dengan kasus pembunuhan enam laskar FPI.
"Padahal kalau akal sehat digunakan, dan perkara ini adalah murni perkara hukum terorisme yang terjadi dalam rentan waktu 2014-2015, apa hubungan antara tuduhan dan dakwaan dalam perkara ini dengan peristiwa KM 50 yang terjadi pada Desember 2020?" ucap Munarman.
"Apa hubungan dokumen Komnas HAM yang adalah merupakan lembaga Negara yang memang berwenang membuat laporan, malah dijadikan barang sitaan dan dituntut untuk dimusnahkan?" kata dia.
Munarman juga mengeklaim bahwa tidak ada satu pun kata atau kalimat yang dia lontarkan mengandung tujuan untuk menggerakkan orang melakukan tindakan terorisme.
"Tidak ada kata kalimat saya untuk (mengajak) ke baiat, hijrah, atau kekerasan dalam bentuk apa pun," ujar Munarman.
Sebelumnya, Munarman dituntut delapan tahun penjara dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme. Tuntutan dibacakan JPU di ruang sidang utama PN Jakarta Timur, Senin (14/3/2022).
Jaksa menilai, Munarman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dakwaan kedua tentang pemufakatan jahat.
Dakwaan kedua terkait Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Hal-hal yang memberatkan Munarman yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, pernah dihukum 1 tahun 6 bulan dan melanggar Pasal 170 Ayat 1 KUHP, kemudian terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatannya.
"Hal yang meringankan, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga," kata jaksa.