Tantangan Ekonomi Pemerintah Baru: Dari Deflasi hingga Deindustrialisasi
20-November-24, 08:23INDONESIA sedang berada di titik krusial setelah mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut.
Meskipun pada awalnya deflasi dapat dianggap sebagai sinyal positif bagi stabilitas harga dan daya beli masyarakat, deflasi berkepanjangan menjadi tanda bahaya bagi kesehatan ekonomi secara keseluruhan.
Ketika harga terus menurun, konsumen cenderung menunda pembelian dengan harapan harga akan terus turun. Fenomena ini memicu penurunan permintaan, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan menurunkan margin keuntungan perusahaan.
Seperti yang kita lihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, indeks harga konsumen turun sebesar 0,5 persen dalam lima bulan terakhir.
Meskipun penurunan ini didorong faktor eksternal seperti harga komoditas dunia, perlambatan permintaan domestik adalah sinyal mengkhawatirkan.
Konsumsi rumah tangga, yang merupakan penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB), mengalami stagnasi.
Ditambah lagi, kebijakan moneter Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga sebagai upaya untuk mendorong konsumsi dan investasi tampaknya tidak memberikan efek yang signifikan.
Selain itu, deflasi juga memengaruhi sektor perbankan. Tingkat kredit macet (NPL) di perbankan mulai menunjukkan peningkatan, yang menandakan ketidakmampuan pelaku usaha untuk membayar pinjaman mereka.
Tanpa intervensi yang tepat, kita mungkin akan melihat dampak jangka panjang berupa krisis likuiditas dan menurunnya kepercayaan investor terhadap iklim bisnis di Indonesia.
Dalam skenario ini, langkah pemerintah untuk meningkatkan belanja fiskal melalui proyek infrastruktur strategis menjadi sangat penting.
Namun, ketidakmampuan birokrasi untuk mengeksekusi kebijakan fiskal dengan cepat dan efisien menjadi masalah besar.
Apakah belanja publik akan benar-benar efektif dalam meredam dampak deflasi atau malah terjebak dalam tumpukan proyek yang mangkrak?
Inefisiensi Pemerintahan
Ketika Indonesia berusaha keluar dari jerat deflasi dan perlambatan ekonomi, tantangan lainnya datang dari dalam: inefisiensi pemerintahan.
Birokrasi yang lamban, kurangnya transparansi, serta tumpang tindih regulasi menjadi batu sandungan utama bagi iklim investasi yang lebih produktif.
Dalam laporan "Ease of Doing Business" terbaru, Indonesia memang mencatat kemajuan, tapi masih tertinggal jauh dari negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia.