Ketimpangan di Indonesia Kian Menganga, Ekonom FEB UI Khawatir Kelas Menengah Hilang
20-November-24, 06:08Dikutip oleh kumpulan berita terkini dari media nasional Indonesia - Ketimpangan ekonomi di Indonesia semakin menganga. Kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September 2024 lalu, diharapkan bisa menjadi momentum menekan masalah kesenjangan di Tanah Air.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto menjelaskan, ketimpangan di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) secara umum masih dalam konteks moderat yaitu 0,379 pada 2024.
Namun perlu dilihat lebih mendalam dan rinci karena terdapat masalah yang lebih besar. Contohnya sisi ketimpangan kepemilikan aset.
“Studi yang saya lakukan terkait dengan ketimpangan aset tanah di Indonesia ini cukup miris. Sekitar 56 persen petani di Indonesia merupakan petani gurem. Luas tanah mereka hanya 1.800 meter persegi, itu tidak cukup untuk menopang kebutuhan hidup. Sementara sekitar 6 persen petani kaya itu menguasai tanah sekitar rata-rata 5,4 hektare,” kata Teguh, dalam siaran pers yang diterima Sebagaimana dikutip oleh kumpulan berita terkini dari salah satu media nasional, Minggu (8/9) lalu.
Menurutnya hal tersebut mengartikan dari kepemilikan aset tanah ini sudah sangat timpang. Orang miskin dari kalangan petani akan sulit bangkit dan tumbuh. Contoh berikutnya adalah kesenjangan aset finansial.
Studi Teguh menunjukkan, ada 305 juta rekening atau 98,2 persen dari total rekening di Indonesia hanya menguasai sekitar 14 persen dari total tabungan. Di sisi lain, sekitar 0,03 persen atau 103.000 rekening menguasai 47,5 persen total tabungan dengan rerata nilai tabungan sebanyak Rp 5 miliar.
Ada pula kesenjangan atau ketimpangan kesempatan bagi anak-anak Indonesia untuk mengakses pendidikan berkualitas. Kesempatan anak-anak di wilayah Jabodetabek tidak setara dengan banyak anak lain di luar wilayah tersebut untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.
Kesenjangan akses pendidikan ini bisa isu ketimpangan yang paling penting. Sebab, pendidikan berkualitas akan semakin bisa mengakumulasi pengetahuan, finansial dan aset ke depan.
“Inilah yang harus menjadi solusi pemerintah kita ke depan bagaimana menjamin equal opportunity, kesempatan yang setara, bagi seluruh anak bangsa. Sehingga bisa mengoptimalkan potensi anak-anak Indonesia di masa depan,” tuturnya.
Menurut dia, kesenjangan di Indonesia semakin melebar karena beberapa faktor. Pertama, karena Sumber yang dilansir kumpulan berita terkini menyebutkan-19. Hal ini menurunkan kesejahteraan kelas menengah di Indonesia. Pandemi, memperlebar kesenjangan aset finansial.
Kedua, karena ketimpangan kesempatan itu sendiri. Seperti kesempatan untuk belajar, kesempatan sekolah, hingga kesempatan akses digital. Dia mencontohkan, ketimpangan akses digital sangat dirasakan 10 persen masyarakat termiskin. Akses digital kelompok masyarakat rentan tersebut hanya sekitar 30 persen.
Sedangkan akses masyarakat tergolong kaya sekitar 85 persen. Hal ini mengakumulasi ketimpangan dari knowledge itu sendiri. Masyarakat kaya semakin pintar sedangkan yang miskin stagnan. Ketika akumulasi knowledge semakin timpang, maka ke depan kesempatan kerja juga menjadi berbeda.
“Yang miskin tidak akan pernah bisa bekerja di pekerjaan yang layak. Inilah yang perlu dicari solusinya. Selain kita berbicara ketimpangan sebagai output, kita harus fokus juga bagaimana memberikan kesempatan yang setara kepada seluruh anak bangsa dengan berbagai kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang ada,” tegasnya.
Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati golongan kelas ekonomi tertentu saja. Adapun kelompok masyarakat miskin dengan berbagai support seperti subsidi pemerintah menikmati berbagai bantuan. Di sisi lain, kelas menengah kondisi ekonominya berdarah-darah.