ICW Nilai Pihak yang Tahu Keberadaan dan Danai Pelarian Harun Masiku Bisa Dijerat "Obstruction of Justice"
20-November-24, 05:10Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai terdapat tiga klaster dugaan obstruction of justice (perintangan penyidikan) dalam perkara Harun Masiku.
Pernyataan ini disampaikan Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyusul keterangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan membuka peluang mengusut dugaan obstruction of justice dalam kasus Harun.
Adapun Harun merupakan mantan kader PDI-P yang menjadi tersangka suap. Namun, ia melarikan diri dan menjadi buron.
“Kami melihat ada beberapa klaster obstruction of justice yang bisa diusut KPK,” kata Kurnia dalam keterangannya kepada salah satu media nasional, sesuai yang dikompilasi kumpulan berita terkini Minggu (21/7/2024).
Kurnia menyatakan, klaster pertama yang bisa menjadi tersangka perintangan adalah pihak yang mengetahui keberadaan Harun, namun tidak lapor ke KPK.
Kedua, pihak yang mendanai pelarian harun Masiku. Ketiga, pihak yang membantu pelarian Harun, di antaranya dengan mengarahkan untuk bersembunyi di tempat tertentu.
“Mustahil Harun bisa bergerak sendiri tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak tertentu selama pelariannya empat tahun lebih,” ujar Kurnia.
Ia menyebutkan, Pasal 55 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan, pelaku tindak pidana tidak hanya yang melakukan.
Pihak yang menyuruh seseorang berbuat pidana juga merupakan pelaku.
Sementara, dalam perkara dugaan obstruction of justice ini, pihak yang bisa ditersangkakan KPK tentu seharusnya bukan hanya orang-orang yang langsung membantu Harun secara langsung.
“Tetapi juga mencakup pihak-pihak yang menyuruh melakukan/membantu,” kata Kurnia.
Kurnia mengatakan, ICW memiliki keyakinan 100 persen bahwa terdapat pihak yang sengaja mengganggu pencarian Harun Masiku.
Karena itu, pihaknya mendorong KPK menerapkan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengatur tentang perintangan penyidikan.
Di sisi lain, KPK sudah berulang kali menerapkan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor dalam sejumlah perkara lain.
Sejak 2012 sampai 2023, kata Kurnia, terdapat 13 kasus yang menggunakan delik obstruction of justice.