Simpang Jalan Sepak Bola Nasional Kita
20-November-24, 03:56Saat ini, Indonesia sedang berada di titik cerah dalam perjalanan sepak bola internasional. Tim nasional kita menunjukkan performa yang impresif, yakni mampu mengimbangi bahkan mengalahkan beberapa tim dengan peringkat FIFA yang lebih tinggi. Banyak yang menilai bahwa kebangkitan ini tak lepas dari kontribusi pemain naturalisasi.
Kebangkitan ini tentu membawa kebahagiaan bagi masyarakat, khususnya pencinta bola. Namun, apakah pada saat yang sama kita bisa berbangga seutuhnya? Sebagaimana kita tahu, sebagian besar starting eleven atau sebelas pemain utama yang diturunkan di Timnas Indonesia tidak lahir, tumbuh, atau berlatih di Indonesia. Mereka membawa keterampilan dari luar negeri dan tiba-tiba saja menjadi bagian dari timnas melalui proses naturalisasi.
Dari kondisi di atas, sebuah pertanyaan muncul. Mana yang mesti menjadi prioritas dalam sepak bola kita: menyegerakan prestasi atau membangun jati diri?
Polemik naturaliasiProses naturalisasi dalam dunia sepak bola bukanlah barang baru. Banyak negara telah memanfaatkan garis keturunan atau asal-usul seorang pemain dalam upaya meningkatkan kualitas tim nasional mereka, mulai dari tetangga kita Malaysia dan Australia hingga Prancis dan Inggris di Eropa. Indonesia tidak terkecuali.
Di Indonesia, pemain-pemain seperti Tom Haye, Ivar Jenner, dan Jay Idzes telah menjadi andalan dalam beberapa pertandingan penting Timnas Indonesia. Para pemain ini tumbuh, berkembang, dan bermain dalam kultur sepak bola Eropa. Dengan pengalaman bermain di liga yang jauh lebih kompetitif daripada Liga 1 Indonesia, mereka telah membawa perubahan signifikan dalam permainan timnas kita.
Namun, apakah naturalisasi benar-benar solusi jangka panjang? Di satu sisi, kehadiran mereka memberi dampak instan, seperti saat timnas mampu menahan Arab Saudi dan Australia dalam kualifikasi Piala Dunia 2026 baru-baru ini. Prestasi ini membawa harapan baru bagi masyarakat Indonesia dan membantu mendongkrak peringkat FIFA. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa naturalisasi hanya menawarkan hasil cepat tanpa membangun fondasi kuat untuk masa depan sepak bola nasional.
Pengembangan pemain lokal seharusnya menjadi prioritas utama bagi federasi sepak bola Indonesia. Jika kita terlalu bergantung pada pemain-pemain naturalisasi, kapan kita bisa menciptakan bintang-bintang lokal yang memiliki jati diri Indonesia? Menjadi negara dengan tim sepak bola yang kompetitif seharusnya tidak hanya tentang hasil instan, tetapi juga tentang membangun identitas sepak bola yang kuat dari akar rumput.
Kebanggaan parsialMeski kontribusi para pemain naturalisasi membawa prestasi, kebanggaan nasional terhadap tim sepak bola Indonesia tidak selalu terasa penuh. Kebanyakan pemain naturalisasi, meskipun memiliki garis keturunan Indonesia, besar dan berkarier di Eropa. Mereka tidak pernah merasakan langsung kehidupan di Indonesia. Yang lebih penting lagi, mereka tidak tumbuh dalam ekosistem sepak bola Indonesia. Mereka tidak mengalami dinamika sepak bola di kampung halaman, bermain di lapangan tanah kasar, atau merasakan kekurangan fasilitas sebagaimana yang dihadapi banyak anak-anak muda Indonesia.
Sebagai contoh, Jay Idzes, yang lahir di Mierlo, Belanda, resmi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) melalui jalur keturunan kakek dan neneknya yang berdarah Indonesia. Saat ini, Jay bermain untuk klub Venezia di Serie A, sebuah kompetisi sepak bola tertinggi di Italia. Ia mencetak gol perdananya untuk Timnas Indonesia dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Vietnam beberapa waktu lalu.
Meski kini ia mengenakan jersey merah putih, wajar jika kita terkadang mempertanyakan sejauh mana identitas Indonesia benar-benar melekat pada dirinya. Ini bukan berarti kontribusinya di lapangan tidak diakui, tetapi rasa bangga yang muncul dari prestasinya mungkin terasa berbeda dibandingkan dengan kebanggaan yang dirasakan saat seorang pemain asli Indonesia, seperti Egy Maulana Vikri atau Witan Sulaeman, mencetak gol kemenangan.
Kebanggaan nasional dalam sepak bola bukan hanya soal menang di pertandingan, tetapi juga tentang representasi. Saat tim nasional bertanding, mereka mewakili lebih dari sekadar keterampilan sepak bola. Mereka mewakili cerita, budaya, dan sejarah dari setiap daerah di Indonesia. Pemain yang lahir, besar, dan berlatih di Indonesia membawa narasi tersebut dalam setiap langkah mereka di lapangan. Itulah yang membuat kemenangan terasa lebih dalam dan lebih berarti.
Membangun ekosistemJika Indonesia ingin mencapai prestasi yang konsisten di kancah internasional, kita harus lebih fokus pada pengembangan pemain lokal. Liga sepak bola Indonesia perlu diperbaiki, fasilitas pelatihan ditingkatkan, dan sistem pembinaan pemain muda harus lebih diperhatikan. Pemain lokal perlu diberi kesempatan untuk berkembang dalam ekosistem yang mendukung, mulai dari tingkat akar rumput hingga ke level profesional.
Saat ini, banyak talenta muda Indonesia yang kesulitan berkembang karena kurangnya akses ke pelatihan berkualitas, fasilitas yang memadai, dan kesempatan untuk bermain di liga yang kompetitif. Meskipun ada pemain-pemain muda berbakat seperti Asnawi Mangkualam yang telah bermain di luar negeri, jumlahnya masih sangat terbatas. Kita perlu lebih banyak pemain lokal yang siap bersaing di level internasional, bukan hanya mengandalkan pemain naturalisasi.
Program-program seperti Garuda Select yang memberikan kesempatan kepada pemain muda untuk berlatih dan bertanding di Eropa adalah langkah awal yang baik. Namun, untuk mencapai keberhasilan jangka panjang, diperlukan lebih banyak investasi dalam pembinaan sepak bola lokal. Jika kita terus bergantung pada pemain naturalisasi tanpa mengembangkan pemain lokal, sepak bola Indonesia kita tidak akan pernah mencapai potensi penuhnya. Setidaknya tidak dalam waktu dekat.
Simpang jalanAkhirnya, sepak bola kita seperti berada di persimpangan jalan. Apakah kita akan terus mengandalkan pemain naturalisasi untuk meraih prestasi jangka pendek, atau kita akan mulai membangun fondasi sepak bola nasional yang kuat dengan mengembangkan pemain-pemain lokal? Keduanya mungkin tidak sampai harus saling dipertentangkan, namun tetap perlu diseimbangkan.
Pemain naturalisasi bisa menjadi katalisator atau memberikan contoh kepada pemain-pemain lokal untuk sementara waktu. Namun, dalam jangka panjang, kesuksesan sejati akan datang dari pemain-pemain yang dibesarkan di Indonesia, yang mengerti dan merasakan apa artinya bermain untuk merah putih. Mereka yang lahir dari tanah, air, dan udara Indonesia akan dapat membawa kebanggaan dan identitas nasional dalam setiap pertandingan di level internasional.
Prestasi yang dibangun dengan fondasi yang kuat, melalui pendampingan pemain-pemain lokal, akan lebih langgeng dan lebih membanggakan. Ini adalah jenis pekerjaan yang panjang dan melelahkan, tentu saja. Sekarang kita masih berada di persimpangan jalan: antara menyegerakan prestasi atau membangun jati diri.
Muhammad Jauhari Sofi penggemar sepak bola; mengajar Intercultural Communication di FTIK UIN KH Abdurrahman Wahid, Pekalongan