Ternyata Ini Penyebab IHSG Cetak Rekor di 7.373,96 Kemarin
20-November-24, 03:03Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin mencetak rekor pada penutupan perdagangan kemarin, Kamis (8/3/2024), setelah pernyataan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) yang memberikan sinyal pemangkasan suku bunga pada tahun ini.
IHSG ditutup naik 0,6% ke posisi 7.373,96. Sebelumnya, level all time high (ATH) penutupan perdangan terjadi pada 4 Januari 2024 di level 7.359,76
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan hari ini mencapai sekitar Rp 11,6 triliun dengan melibatkan 25 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 287 saham terapresiasi, 233 saham terdepresiasi, dan 248 saham cenderung stagnan.
Secara sektoral, bahan baku menjadi penopang IHSG pada akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 2,19%.
Selain itu, beberapa saham juga turut menjadi penopang IHSG pada akhir perdagangan hari ini. Berikut saham-saham yang menopang IHSG pada perdagangan hari ini.
Sumber: Refinitiv
Emiten petrokimia milik konglomerat Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) menjadi penopang terbesar atau top movers IHSG di akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 12,8 indeks poin.
IHSG menguat karena investor cenderung menyambut baik dari pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell yang mengindikasikan akan memangkas suku bunga acuannya pada tahun ini. Namun, penurunan suku bunga belum dapat dipastikan kapan waktunya.
"Jika perekonomian berkembang secara luas seperti yang diharapkan, kemungkinan akan tepat untuk mulai menarik kembali pembatasan kebijakan pada suatu waktu di tahun ini," kata Powell dalam pidatonya yang disiapkan untuk disampaikan pada sidang di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR.
Secara keseluruhan, pidato tersebut tidak memberikan landasan baru terhadap kebijakan moneter atau prospek ekonomi The Fed. Namun, komentar tersebut mengindikasikan bahwa para pejabat tetap khawatir agar tidak kehilangan kemajuan yang telah dicapai terhadap inflasi dan akan mengambil keputusan berdasarkan data yang masuk, bukan berdasarkan arah yang telah ditetapkan.
"Kami yakin bahwa suku bunga kebijakan kami kemungkinan akan mencapai puncaknya dalam siklus pengetatan ini. Jika perekonomian berkembang secara luas seperti yang diharapkan, mungkin akan tepat untuk mulai mengurangi pembatasan kebijakan pada tahun ini," kata Powell dalam komentarnya.
"Tetapi prospek perekonomian masih belum pasti, dan kemajuan menuju sasaran inflasi 2% masih belum terjamin," tambah Powell.
Untuk diketahui, inflasi AS saat ini berada di angka 3,1% (year-on-year/yoy) atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni di angka 3,4% yoy. Kendati melandai, namun inflasi AS ini berada di atas ekspektasi pasar yang berada di angka 2,9% yoy.
Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2024 sebesar US$ 144 miliar. Realisasi ini turun dibandingkan posisi pada akhir Januari 2024 sebesar US$ 145,1 miliar.
Berdasarkan siaran pers BI hari ini, penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan sinergi respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar BI.
Dikutip oleh kumpulan berita terkini dari media nasional Indonesia RESEARCH
[email protected]
Meski Minim Sentimen, IHSG Lompat 1,33% ke 7.129 di Sesi I