Presiden Lai Ching-te: Jika China Ingin Taiwan, China Juga Harus Rebut Kembali Tanah dari Rusia
20-November-24, 02:55TAIPEI - Konflik China-Taiwan sepertinya terus memanas dan belum terlihat ujung damainya. Yang terbaru yakni pernyataan Presiden Taiwan Lai Ching-te yang mengatakan jika klaim China terhadap Taiwan menyangkut integritas teritorial, maka China juga harus merebut kembali tanah dari Rusia yang ditandatangani oleh dinasti China terakhir pada abad ke-19.
Hal ini diungkapkan Lai dalam sebuah wawancara dengan media Taiwan. China memandang Taiwan yang diperintah secara demokratis sebagai wilayahnya sendiri dan tidak pernah menolak penggunaan kekuatan untuk membawa pulau itu di bawah kendalinya. Pemerintah Taiwan menolak klaim tersebut, dengan mengatakan hanya rakyat pulau itu yang dapat memutuskan masa depan mereka.
Berbicara dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Taiwan yang disiarkan pada Minggu (1/9/2024) malam, Lai, yang disebut China sebagai "separatis", mengangkat Perjanjian Aigun tahun 1858. Yakni ketika China menandatangani sebidang tanah yang luas di tempat yang sekarang menjadi wilayah timur jauh Rusia kepada kekaisaran Rusia, yang membentuk sebagian besar perbatasan saat ini di sepanjang Sungai Amur.
Dinasti Qing di Tiongkok, yang saat itu sedang mengalami kemunduran, awalnya menolak untuk meratifikasi perjanjian tersebut. Namun perjanjian tersebut ditegaskan dua tahun kemudian dalam Konvensi Peking, salah satu perjanjian yang disebut Tiongkok sebagai perjanjian "tidak setara" dengan kekuatan asing pada abad ke-19.
"Niat Tiongkok untuk menyerang dan mencaplok Taiwan bukan karena apa yang dikatakan atau dilakukan oleh satu orang atau partai politik di Taiwan. Tiongkok tidak ingin mencaplok Taiwan demi integritas teritorial," kata Lai.
"Jika memang demi integritas teritorial, mengapa Tiongkok tidak mengambil kembali tanah yang diduduki Rusia yang telah ditandatangani dalam Perjanjian Aigun? Rusia sekarang dalam kondisi terlemahnya, bukan?,” lanjutnya.