Politik Identitas Turun di Pemilu 2024, Kominfo Ungkap Sebabnya

Jakarta, Sumber yang dilansir kumpulan berita terkini menyebutkan --

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengungkap politik identitas dan hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024 menurun.

"Meskipun tak sepenuhnya menghilang, namun kita juga mencermati ada penurunan pemakaian politik identitas. Dan kita cukup mau apresiasi hal itu," kata Nezar, mengutip siaran pers Kominfo, Rabu (31/1).

"Masyarakat kita juga semakin dewasa dengan pengalaman Pemilu dua kali dan Pilpres sebelumnya," dia menambahkan.

Politik identitas sempat memuncak sejak Pilkada DKI 2017, terutama imbas kasus penodaan agama yang menjerat mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, untuk kemudian tetap kuat di Pemilu 2019 hingga membagi dua masyarakat alias terpolarisasi.

Media sosial, lanjut Nezar, secara masif memungkinkan penyebaran hoaks berlangsung dengan sangat cepat. Ia menduga hoaks mempengaruhi persepsi masyarakat dalam kontestasi politik yang masih berlangsung.

"Kita bersyukur kali ini kelihatannya politik identitas tidak lagi menjadi wacana dominan dalam perbincangan-perbincangan atau persaingan-persaingan di tengah pilpres ataupun pileg kali ini," tuturnya.

Nezar menilai saat ini masyarakat sudah banyak yang memetik pelajaran. Menurutnya perbedaan pilihan politik merupakan sesuatu yang wajar dalam iklim demokrasi.

Sejak 1 Juli 2023 hingga 24 Januari 2024, Kominfo telah mengidentifikasi sebanyak 195 temuan isu hoaks terkait pemilu yang tersebar pada 2.825 konten. Dari jumlah tersebut, 1.546 konten telah ditindaklanjuti, "sedangkan sisanya masih dalam proses."

Walau ada kecenderungan menurun, Nezar mewanti-wanti agar semua pihak mewaspadai narasi hoaks yang mengarah ke black campaign dengan menggunakan berbagai macam medium.

Salah satunya penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang memungkinkan pembuatan dan penyebaran konten hoaks lebih mudah dan cepat.

"Dulu (Pemilu 2019) ada beberapa hoaks menggunakan AI, tetapi waktu itu masih mudah dikenali. Sekarang, jauh lebih smooth karena generative AI yang mampu menghasilkan teks juga suara serta gambar sangat coherence, smooth, sehingga kita agak sulit membedakan dengan yang asli," jelas dia.

Nezar berujar pemanfaatan AI untuk pembuatan dan penyebaran hoaks di Indonesia masih relatif baru. Kendati begitu, menurut Nezar pemanfaatan teknologi AI seperti deepfake juga patut diwaspadai pada pemilu kali ini.

"Pemanfaatan AI seperti deepfake untuk pembuatan konten hoaks menjadi salah satu hal yang perlu diantisipasi dan ditanggulangi bersama," ucap dia.

Lantas, apa yang membuat politik identitas dan hoaks berkurang selama Pemilu 2024?

Menurut Nezar pada pemilu kali ini ada kesamaan pemahaman dari berbagai pihak, termasuk dari platform media sosial, untuk meredam laju peredaran hoaks, disinformasi, misinformasi, dan malinformasi.

"Seluruh platform media sosial memiliki persepsi yang sama dan telah menyatakan kesiapan guna menyukseskan Pemilu Damai 2024," jelas dia.

Nezar mengatakan Kominfo melibatkan penyelenggara platform media sosial seperti Google, Facebook, TikTok, dan Instagram untuk mengantisipasi penyebaran hoaks.

"Jadi, kita punya satu jaringan koordinasi dengan semua platform-platform ini walaupun mereka punya satu mekanisme sendiri untuk mengantisipasi penyebaran hoaks," tutur Nezar.

Ia menjelaskan penyelenggara platform digital bergerak lebih dulu mengantisipasi hoaks yang menyebar dalam platform melalui saluran aduan sesuai dengan community guidelines masing-masing.

"Di lini pertama, mereka proaktif untuk melakukan pengawasan. Lini kedua, pengawasan yang lebih luas lagi dari masyarakat yang melibatkan misalnya ada KPU, Bawaslu, dan lain sebagainya."

"Sedangkan lini ketiga, bersama-sama bersepakat konten yang mengandung fitnah yang bisa memecah belah bangsa harus diredam dengan satu kerja sama yang lebih luas," jelas Nezar.

Merujuk data penanganan sebaran isu hoaks Kominfo, Facebook, X (dulu Twitter), dan Instagram menjadi tiga platform teratas sebagai sumber penyebaran isu hoaks dan ujaran kebencian. Menurutnya pemilik akun media sosial paling rentan terpapar penyebaran konten negatif.

"Mereka adalah konsumen informasi sekaligus juga bisa menjadi produsen informasi. Tidak ada proses gate keeping, seleksi informasi, maupun proses verifikasi informasi di situ, jadi menyebar begitu saja," ujar Nezar.

"Dan, kita punya komitmen yang cukup bagus dalam bagaimana menciptakan ruang digital yang sehat untuk untuk mensukseskan Pemilu 2024," imbuhnya.

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240131080539-192-1056501/politik-identitas-turun-di-pemilu-2024-kominfo-ungkap-sebabnya