Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa sektor swasta, khususnya pertambangan, mendominasi pengguna jasa bursa karbon (IDXCarbon). Pertumbuhan pengguna jasa pada kuartal I tahun ini mencapai 22%. Hal ini mengindikasikan minat yang tinggi dari perusahaan swasta untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon di Indonesia.

Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengungkapkan bahwa meskipun didominasi swasta, beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga telah memanfaatkan platform IDXCarbon. Selain itu, perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia juga turut berpartisipasi, meskipun identitas entitas tersebut dirahasiakan karena kerahasiaan transaksi efek.

BEI menargetkan 150 pengguna jasa IDXCarbon pada tahun ini. Sejak diluncurkan pada September 2023 hingga April 2025, IDXCarbon telah mencatat 111 pengguna jasa. Jeffrey optimistis bahwa IDXCarbon akan terus berkembang karena setiap perusahaan memiliki jejak karbon dari operasionalnya dan perlu melakukan dekarbonisasi.

Sejak diresmikan pada September 2023 hingga April 2025, nilai perdagangan IDXCarbon mencapai Rp 77,91 triliun dengan volume perdagangan 1.598.703 tCO2e dan retirement volume 979.834 tCO2e.

Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyampaikan bahwa partisipan perdagangan karbon tumbuh signifikan sebesar 587% sejak September 2023 hingga April 2025. Pertumbuhan ini menunjukkan prospek cerah perdagangan karbon di Indonesia.

Iman Rachman juga menambahkan bahwa prospek IDXCarbon Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang memiliki perdagangan serupa, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Laos, bahkan dua kali lipat lebih baik dari Jepang. BEI juga menerima permintaan dari pemilik proyek di luar Indonesia untuk mendaftarkan dan memperdagangkan karbon kredit di IDXCarbon. Namun, fokus saat ini adalah memperluas perdagangan unit karbon Indonesia kepada audiens internasional.

Saat ini, terdapat 7 proyek yang siap diperdagangkan sebesar 3.178.756 tCO2e dengan 111 pengguna jasa IDXCarbon yang terdaftar.