Jadi Warisan Dunia UNESCO, Ketahui 5 Fakta Sumbu Filosofi Yogyakarta
18-November-24, 22:07Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - UNESCO menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta dan penanda bersejarahnya, atau The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks, sebagai Warisan Budaya Dunia.
Penetapan ini, diumumkan pada pertemuan Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee/WHC) UNESCO ke-45, pada Senin (18/9/2023) di Riyadh, Saudi Arabia.
“Hasil evaluasi dari Tim Ahli UNESCO merekomendasikan baik nominasi Indonesia, dan sidang Komite Warisan Dunia UNESCO secara aklamasi merekomendasikan Sumbu Kosmologi Yogya diinskripsi," ujar Duta Besar dan Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO, Ismunandar di Riyadh, dikutip dari siaran resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Rabu (19/9/2023).
- Sumbu Filosofi Yogyakarta Ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO
- 8 Wisata Sekitar Pantai Depok Yogyakarta, Ada Jembatan Ikonik
Pengajuan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia sudah dimulai sejak 2014 lalu. Lantas, apa itu Sumbu Filosofi Yogyakarta? Ketahui fakta menariknya berikut ini.
1. Sumbu imajiner sepanjang 6 km
Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan sebuah sumbu imajiner, alias garis khayal yang membentang tegak lurus sepanjang 6-7 kilometer (km).
Sumbu imajiner tersebut, menghubungkan Tugu Golong Gilig (Tugu Pal Putih/Tugu Yogyakarta), Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak, seperti dikutip dari situs Visiting Jogja.
Ketiga titik tersebut, jika ditarik akan membentuk garis lurus yang akan membentuk sumbu imajiner yang dikenal sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Sementara, jika ditarik lebih jauh, sumbu imajiner tersebut juga menghubungkan bentang alam yakni, Gunung Merapi di utara hingga pesisir laut selatan.
Namun, sebenarnya Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan laut selatan, tidak berada dalam satu garis lurus, seperti dilansir dari situs Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
2. Gagasan Sultan Hamengku Buwono I
Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan gagasan Sri Sultan Hamengku Buwono I atau dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi, yang merupakan pendiri Keraton Yogyakarta.
Pada 1755, saat mulai membangun Kota Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I membuat sebuah konsep dalam tata ruang Kota Yogyakarta, dilansir dari situs Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Konsep tersebut berdasarkan prinsip Jawa dengan mengacu pada bentang alam sekitar, seperti gunung, laut, sungai, serta daratan.
Prinsip utama yang menjadi dasar pembangunan Keraton Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawono. Artinya, membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari).
Konsep-konsep tersebut diejawantahkan oleh Sultan Hamengku Buwono I, menjadi Sumbu Filosofi Yogyakarta, di mana di dalamnya terdapat unsur Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta (daratan), dan laut selatan.
- 5 Wisata Sekitar Bukit Bintang Yogyakarta, Bisa Sekalian Dikunjungi
- Pantai Depok Yogyakarta: Harga Tiket, Daya Tarik, dan Aktivitas