SBN Kalah Beken dari SRBI, Kantor Sri Mulyani Buka-Bukaan
18-November-24, 17:09Jakarta, Sumber yang dilansir kumpulan berita terkini menyebutkan - Instrumen penarik aliran modal milik Bank Indonesia, yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) laris manis dibeli investor ketimbang instrumen milik pemerintah, yakni Surat Berharga Negara (SBN). Penyebabnya, imbal hasil atau yield yang ditawarkan SRBI lebih tinggi dari SBN hingga mencapai 7%.
Merespons hal itu, anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani, yakni Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto enggan menyebut kondisi ini sebagai persaingan imbal hasil yang menyebabkan munculnya crowding out effect. Ia menekankan, yang cenderung dilakukan pemerintah lebih pada pengendalian imbal hasil SBN itu sendiri.
"Yield SBN itu kan terbentuk di market, karena kan dia instrumen yang tradable, maka aktivitas di secondary market itulah yang akan membentuk yield SBN," tegas Suminto saat ditemui di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Ia juga tak menyatakan pemerintah berencana langsung menaikkan imbal hasil SBN supaya investor banyak masuk ke instrumen investasi itu. Baginya, yang lebih penting dilakukan pemerintah adalah mengendalikan yield-nya sesuai kemampuan keuangan negara melalui pengelolaan penerbitan SBN nya, karena yield SBN terbentuk sesuai mekanisme pasar.
"Tentu pemerintah berkepentingan bahwa yield SBN itu rasional, sehingga di situ kan misalnya pemerintah tentu dalam penerbitan SBN memiliki strategi penerbitan. Misalnya untuk mengelola sisi supply, sehingga sisi supply risk nya dapat terjaga, sehingga yieldnya dapat terkendali," ungkapnya.
Sejauh ini, Suminto menekankan, imbal hasil SBN masih sesuai dengan ekspektasi pemerintah. Sebagaimana diketahui imbal hasil SBN tenor 10 tahun sebesar 7,04, telah naik dari posisi per Januari 2024 yang di kisaran 6%.
"Jadi SBN kita yield cukup terkendali bahkan dalam situasi dinamika global seperti sekarang karena diantaranya kita menjaga kredibilitas perekonomian kita, kredibilitas fiskal, sehingga memberikan confidence kepada investor," tutur Suminto.
"Jadi kita tentu akan terus menjaga stabilitas pasar SBN dan juga tentu pada level yield yg terkendali," tegasnya.
Suminto pun menekankan, tidak akan ada strategis khusus untuk merespons kondisi kalah saingnya SBN dari SRBI. Meskipun, pemerintah saat ini tengah mengurangi penerbitan SBN untuk membiayai defisit APBN dengan proyeksi turun Rp 214,6 triliun dari pagu tahun ini.
"Dengan outlook di Laporan Semester itu target penerbitan SBN justru akan lebih rendah dibandingkan dengan target awal tahun sesuai APBN asli. Karena kita memanfaatkan berbagai instrument. Jadi kalau tadi pertanyaannya apakah SBN menarik, dengan issuance kita yang sejauh ini incoming bidsnya cukup kuat, level yield terjaga cukup terkendali, ini kan menggambarkan kinerja pasar SBN kita cukup baik," ujar Suminto.
Dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2024, World Bank atau Bank Dunia sebelumnya melihat sebagai instrumen yang memberikan imbal hasil lebih tinggi, SRBI tampak seperti membatasi pinjaman pemerintah.
"Bank-bank komersial mengurangi kepemilikannya pada surat berharga pemerintah dan beralih ke surat berharga baru dari BI," ungkap Bank Dunia dalam laporannya, dikutip Selasa (2/1/2024).
Terbukti, antara bulan September 2023 dan Februari 2024, kepemilikan bank umum atas obligasi pemerintah menurun dari 30,4% menjadi 25,6% dari total saldo beredar.
Sebagai akibatnya, BI melakukan intervensi di pasar sekunder dengan membeli surat berharga pemerintah, sehingga meningkatkan kepemilikannya dari 16,2% menjadi 20,7%.
Bank Dunia melihat untuk mencegah crowding out lebih lanjut, BI berupaya untuk sementara waktu mengurangi volume penerbitan SRBI, memotongnya hingga setengahnya dari Rp 49,4 triliun menjadi Rp 25,6 triliun antara bulan Februari dan Maret 2024.
"Risiko lainnya termasuk mengusir investor ekuitas asing yang menghadapi risiko kredit lebih tinggi namun relatif kurang menarik. kembali. Arus keluar ekuitas (equity outflow) dari bursa Indonesia memang terjadi akhir-akhir ini pada bulan April-Juni," tulis laporan Bank Dunia.
BI Tarik Rp 505 Triliun Dana Asing ke SRBI & SVBI