Jakarta Menimbang Kenaikan Pajak BBM: Keputusan Gubernur Ditunggu Sore Ini
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah berada di persimpangan jalan terkait potensi kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Gubernur Pramono Anung Wibowo dijadwalkan untuk memberikan keputusan final sore ini, setelah melalui serangkaian pertimbangan dan evaluasi mendalam.
Keputusan ini muncul setelah terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, yang menetapkan tarif PBBKB maksimal sebesar 10%. Perda ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Meskipun regulasi telah memberikan lampu hijau untuk penerapan tarif maksimal, Gubernur Pramono memilih untuk berhati-hati dan mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap masyarakat Jakarta.
"Undang-undang memang sudah mengatur bahwa maksimum PBBKB adalah 10 persen. Tapi Jakarta belum memutuskan, baru nanti sore saya tetapkan," ujar Pramono, seperti dilansir dari berbagai sumber.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakui bahwa 14 provinsi lain telah menerapkan tarif PBBKB maksimal. Namun, kompleksitas permasalahan di Jakarta, serta potensi dampak terhadap inflasi dan daya beli masyarakat, mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan kajian lebih lanjut.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta menjelaskan bahwa PBBKB dikenakan pada semua jenis bahan bakar, baik cair maupun gas, yang digunakan oleh kendaraan bermotor dan alat berat. Namun, pajak ini tidak dipungut langsung dari konsumen. Produsen atau importir bahan bakar bertindak sebagai pemungut pajak, yang kemudian disetorkan ke kas daerah.
Secara teknis, penghitungan PBBKB cukup sederhana. Tarif 10% dikenakan pada nilai jual bahan bakar sebelum Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Rumusnya adalah: PBBKB = Dasar Pengenaan x Tarif Pajak (10%).
Namun, ada pengecualian khusus untuk kendaraan umum. Kendaraan umum hanya dikenakan tarif PBBKB sebesar 5%, atau setengah dari tarif normal. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban biaya operasional transportasi publik, sehingga dapat menjaga tarif yang terjangkau bagi masyarakat.
"Tapi ada pengecualian untuk kendaraan umum, tarifnya hanya 50 persen dari tarif normal. Artinya, kendaraan umum bayar PBBKB sebesar 5 persen saja. Kebijakan ini dibuat untuk mendukung transportasi umum yang lebih terjangkau," jelas Bapenda.
Kebijakan PBBKB ini hanya berlaku untuk bahan bakar yang dijual dan dikonsumsi di wilayah Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berharap, penerapan PBBKB dapat mendorong penggunaan energi yang lebih efisien, serta meningkatkan pendapatan daerah untuk membiayai berbagai program pembangunan.
PBBKB sebenarnya bukan hal baru bagi warga Jakarta. Pajak ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2010 melalui Perda Nomor 10, dengan tarif sebesar 5%. Kenaikan tarif menjadi 10% tertuang dalam Perda terbaru yang ditandatangani oleh Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono. Keputusan final mengenai implementasi tarif PBBKB maksimal ini sangat dinantikan oleh berbagai pihak. Masyarakat, pengusaha transportasi, dan pelaku industri bahan bakar akan mencermati dengan seksama pengumuman yang akan disampaikan Gubernur Pramono sore ini.