PPP Tak Lolos ke Parlemen Buntut "Gagap" Menghadapi Perubahan Pemilih
16-November-24, 22:29Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menyebut bahwa kegagalan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) lolos ke parlemen dari hasil pemilihan legislatif (Pileg) 2024 adalah buntut dari kegagalan memetakan pemilih yang 60 persen adalah pemilih muda.
Namun, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini mengatakan, setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan partai Islam yang sudah 31 tahun eksis dalam perpolitikan di Tanah Air itu untuk pertama kalinya gagal menembus parlemen.
Faktor pertama, PPP gagal meningkatkan atau memaksimalkan kinerja politik mereka untuk mengamankan ambang batas lolos ke parlemen sebesar 4 persen dari suara nasional.
Adi menyebut bahwa PPP gagal karena sejumlah survei sebelumnya telah mempersepsikan perolehan suara partai berlambang Kabah tersebut tidak mencapai 4 persen meskipun masih ada perhitungan rentang margin of error dari survei.
“Sebenarnya sejak awal, jauh sebelum pileg dilaksanakan kan sudah begitu banyak survei yang mengindikasikan bahwa PPP diprediksi tidak lolos ambang batas parlemen 4 persen,” kata Adi dalam program Obrolan Newsroom kumpulan berita terkini melaporkan hal tersebut, seperti yang diberitakan oleh media nasional sebelumnya yang tayang di kanal YouTube salah satu media nasional, sesuai yang dikompilasi kumpulan berita terkini Selasa (11/6/2024).
“Artinya, saya kira sudah banyak petunjuk PPP sudah masuk dalam lampu kuning supaya mereka meningkatkan akseptabilitas dan kinerja mereka untuk mengamankan 4 persen,” ujarnya melanjutkan.
Faktor kedua, Adi mengatakan, PPP gagal menangkap portofolio pemilih di 2024 yang sekitar 60 persennya adalah gen z dan gen y atau pemilih muda. Sebab, diketahui bahwa pemilih loyal PPP adalah pemilih tradisional yang tersebar di pedesaan.
PPP disebut gagal melakukan perubahan gaya komunikasi dan peneterasi politik terhadap pemilih muda yang preferensi politiknya berbeda dengan pemilih tradisional yang menjadi basis suara PPP.
“Dalam konteks inilah sepertinya memang PPP agak sedikit gagal menangkap semangat zaman, ada pergeseran perilaku pemilih ya, yang dulu misalnya PPP sangat mengandalkan pemilih-pemilih tradisional mereka. Tetapi, per hari ini pemilih tradisional itu semakin berkurang dimakan usia dan pada saat yang bersamaan ketika muncul pemilih-pemilih muda itu gagal untuk ditangkap,” katanya.
Bahkan, Adi langsung menyebut bahwa para calon anggota legislatif (caleg) PPP di beberapa daerah gagal menangkap perubahan pemilih tersebut. Secara konkret, terkait dengan model kampanye sampai visi misi.
Padahal, dia mengatakan, caleg seharusnya menjadi garda terdepan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sehingga menjadi kunci meraup suara di Pemilu 2024.
“Ini yang saya kira penetrasi caleg khususnya ketika dia dimajukan itu yang saya sebutkan gagap atau gagal menangkap semangat zaman. Sebenarnya caleg-caleg PPP mungkin dalam konteks itu gagal memahami anak zamannya. Jadi wajar kalau kemudian kalah bersaing dengan partai-partai yang lain,” ujar Adi.
“Jadi bagi saya, ujung tombak kenapa PPP itu tidak lolos (ke parlemen) salah satunya adalah kerja-kerja caleg di wilayah tertentu, di dapil (daerah pemilihan) tertentu yang tidak mendapatkan kursi,” katanya melanjutkan.
Oleh karena itu, menurut dia, PPP perlu kerja keras menciptakan model komunikasi politik yang bisa diterima dikalangan anak muda atau pemilih muda. Tetapi, sekaligus mempertahankan pemilih setia mereka.
“Partai politik berpacu dengan zaman, kalah membangun komunikasi politik, gagal melakukan kerja-kerja politik yang solid di kalangan pemilih politik yang berubah ini maka kemudian dia akan mendapatkan hukuman bukan hanya berkurang suaranya bahkan mungkin tidak akan lolos ke parlemen,” katanya.
Namun, Adi meyakini bahwa PPP mampu kembali pada 2029 karena kekurangan suara dari hasil Pileg 2024 sekitar 150.000 suara saja. Dengan kata lain, sudah memiliki modal 3,87 persen suara.
Hanya saja, mempertahankan 3,87 persen suara sekaligus mencari sisanya dengan menggaet pemilih muda tidaklah mudah. Untuk itu, Adi mengatakan, salah satu cara yang bisa dilakukan PPP adalah memenangkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
“Pilkada serentak 27 November ini menjadi pertaruhan bagi PPP bahwa calon-calon yang mereka usung nantinya tentunya harus menjadi ujung tombak di mana bisa mengangkat kembali marwah politik PPP lolos ke parlemen yang saya kira banyak di-support oleh rakyat,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, asa PPP untuk lolos ke parlemen nayris dipastikan kandas setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak enam gugatan sengketa hasil Pileg 2024 yang diajukan partai tersebut.
Ini bakal menjadi momen bersejarah karena untuk kali pertama bagi PPP tidak lolos ke parlemen setelah 31 tahun eksis dalam perpolitikan di Tanah Air.
Berdasarkan hasil penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU), PPP hanya memperoleh 5.878.777 suara atau setara 3,87 persen pada Pileg 2024.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang (UU) Pemilu, sebuah partai politik (parpol) harus memenuhi ambang batas parlemen sebesar 4 persen untuk bisa mengirimkan kadernya di DPR RI.