Belajar dari Perang Narkoba Abadi di Amerika Serikat
16-November-24, 20:21BEBERAPA waktu lalu, saya mewawancarai seorang pengedar narkoba jenis sabu di BNNP DKI Jakarta, sebut saja ASW. Saya tertarik karena riwayat penggunaan jenis narkoba yang pernah digunakannya.
Sebelum menjadi pecandu narkoba sabu, ASW adalah penyalahguna narkoba putau atau heroin.
Saya bertanya tentang bagaimana riwayat teman-temannya yang dahulu sama-sama pemakai heroin.
Jawabannya cukup mengejutkan. Katanya, dari sepuluh orang sesama pengguna heroin, delapan telah meninggal over dosis. Yang satu masih hidup, tapi menjadi ODGJ.
Satu-satunya yang masih normal adalah dirinya. Itupun kini menjadi pecandu sabu dan harus ‘nyambi’ menjadi pengedar agar mampu membeli salah satu jenis narkoba sintetik amphetamine tersebut.
Heroin, putau, etep, atau pete memang menjadi momok mematikan di kisaran tahun 2010-an. Selain karena heroin yang mematikan, penyebab lainnya adalah pola penggunaan heroin yang menggunakan jarum suntik secara berjamaah. Akibatnya penyakit HIV/AIDS menular secara masif.
Walaupun narkoba heroin di Indonesia saat ini tidak semarak sepuluh tahun yang lalu, faktanya jenis narkoba ini masih dapat ditemukan di Indonesia.
Selain itu, beberapa jenis narkoba sintetik seperti tembakau gorila juga semakin marak. Akibatnya pun dapat menjadi fatal.
Saat ini Amerika Serikat sedang mengalami situasi gawat darurat narkoba fentanil. Narkoba opioid yang satu ini mempunyai efek penghilang rasa nyeri tiga puluh sampai lima puluh kali lipat dibandingkan opioid heroin. Karena itu, dosis yang jauh lebih kecil pun berdampak sangat mematikan.
Seperti dirilis di laman resmi DEA, yang mengutip laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), terdapat laporan sebanyak 107.375 orang di Amerika Serikat meninggal karena over dosis narkoba dan keracunan narkoba pada periode 12 bulan dari awal tahun 2021 hingga Januari 2022.
CDC menyebutkan 67 persen dari kematian tersebut ternyata melibatkan opioid sintetik terutama fentanil.
Data juga menunjukkan bahwa kasus-kasus kematian dikaitkan dengan fentanil yang dicampur dengan narkoba lainnya seperti kokain, metamfetamin, dan heroin.
Aimee Cunningham di laman sciencenews.org menyebutkan jika lebih dari 1.500 korban kematian akibat fentanil di Amerika Serikat berada di bawah usia 20 tahun.
Angka tersebut empat kali lipat dari tahun 2018 sebagaimana yang disampaikan oleh epidemiolog Julie Gaither dari the Yale School of Medicine.
Memburu kartel
Situasi tersebut membuat petugas berwenang Amerika Serikat meradang. DEA menginvestigasi bahwa obat-obatan tersebut adalah ulah kartel Meksiko, terutama Sinaloa dan New Generation Jalisco.