Joki Tugas Online, Cermin Buruk Dunia Pendidikan yang Serba Instan
16-November-24, 17:35Jasa joki tugas di dunia pendidikan kian menggeliat. Mereka menawarkan jasa mengerjakan tugas mulai dari jenjang SMP, SMA, hingga perguruan tinggi untuk jenjang sarjana, master, dan doktor.
Dulu, jasa joki tugas bergerak secara diam-diam dan rahasia, sehingga agak sulit ditelusuri. Namun, kini para joki yang menyediakan jasa berani terang-terangan secara daring atau online.
Mereka memiliki akun dan menawarkan jasa di berbagai media sosial , bahkan ada beberapa penyedia jasa joki yang bertransformasi membentuk perseroan terbatas (PT).
Peminatnya pun diduga tak sedikit. Ini bisa terlihat di salah satu akun penyedia jasa joki di media sosial yang memiliki pengikut (followers) lebih dari 280.000 pengguna. Jasa itu bahkan telah dipromosikan sejumlah selebgram.
Salah satu akun joki tugas di TikTok mempunyai 30.000 pengikut. Mereka juga melakukan promosi dengan embel-embel harga jasa yang disediakan terbilang murah.
Masifnya praktik joki tugas ini menjadi catatan buruk pendidikan di Indonesia. Pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara Doni Koesoema menilai suburnya fenomena ini menandakan pendidikan di Indonesia tak lagi mengedepankan proses, tapi hanya berorientasi pada hasil yang serba instan.
"Motivasi belajar anak-anak kita dan mahasiswa kita makin lama makin rendah. Artinya, bersekolah menjalani proses pendidikan itu bukan dianggap proses pembentukan diri, tapi asal lewat saja, yang penting dapat nilai. Ini kan sebuah proses instan dan bertentangan dengan proses pembentukan diri," kata Doni kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/7).
Doni mengatakan akar masalah kehadiran joki tugas ini tak lepas dari sistem pendidikan Indonesia yang mengedepankan evaluasi pembelajaran berupa nilai/angka untuk mengukur standar kompetensi. Namun, tanpa adanya pengawasan yang ketat dari pengajar.
Karena itu, siswa atau mahasiswa akan berfokus mengejar nilai secara mati-matian meski dalam mencapai tujuan menggunakan mekanisme tak jujur seperti joki.
Menurut Doni, kondisi ini membuat kepentingan bisnis dan kepentingan jangka pendek siswa yang ingin serba instan mencapai titik temu di dalam dunia pendidikan.
"Fenomena joki, sekolah yang jor-joran katrol nilai, cuci nilai rapot. Ini cerminkan situasi masyarakat kita sedang sakit. Dunia pendidikan bukan lagi jadi penyelesaian masalah, tapi malah jadi bagian masalah," ucap dia.
Doni juga mengatakan persoalan ini dibarengi dengan kondisi sekolah dan guru yang gagal menanamkan arti proses belajar dan tanggung jawab kepada para siswa atau mahasiswa. Ia menegaskan guru dan dosen harus mengenal lebih jauh kompetensi mahasiswa dan siswa secara bertanggung jawab.
"Orang dapat nilai 50 tapi hasil jerih payahnya harus diapresiasi . Daripada 100 tapi yang mengerjakan orang lain malah itu yang diapresiasi," kata dia.
Doni mengusulkan pemerintah dapat mengevaluasi dan memperketat pengawasan hasil evaluasi pembelajaran siswa/mahasiswa oleh pengajar.
Ia mencontohkan di negara-negara maju, banyak ujian sekolah/kampus menggunakan metode ujian lisan. Proses ini akan menekankan para pengajar mengetahui kompetensi tiap-tiap siswa.
'Jadi mekanisme pemberian tugas diubah. Caranya ujian diganti ujian lisan. Anak ditanya, terus jawab. Nanti kalau ujian tertulis, apalagi dikumpulkan online, sudah ada celah joki di sini," tuturnya.
Terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan pengguna jasa joki di bidang pendidikan dapat terjerat dua ancaman hukuman sekaligus.
Ia menjelaskan ancaman hukuman pertama diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di Pasal 25 Ayat (2). Pasal itu mengatur pencabutan gelar akademik bagi pihak yang terbukti menggunakan joki dan melakukan plagiasi.
Kemudian ancaman hukuman kedua, pengguna joki dapat dipidana hingga 2 tahun penjara dan/atau denda Rp 200 juta dalam Pasal 70 UU Sisdiknas jika terbukti melakukan plagiat.
"Itu delik umum, yang mengetahui bisa melaporkan, terutama perguruan tinggi," kata Fickar.
Kemendikbud Ristek menegaskan bahwa menggunakan joki tugas adalah salah satu bentuk dari plagiarisme yang dilarang oleh Undang-undang.
Oleh sebab itu, Kemendikbud mengingatkan akademika dilarang menggunakan joki tugas.
"Civitas academica dilarang menggunakan joki (jasa orang lain) untuk menyelesaikan tugas dan karya ilmiah karena melanggar etika dan hukum," demikian keterangan resmi Kemendikbud sebagaimana dikonfirmasi, Kamis (25/7).
"Hal tersebut merupakan bentuk plagiarisme yang dilarang dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional," imbuhnya.
Menurut Kemendikbud, civitas academica harus menggunakan daya kemampuannya sendiri dalam menunjukkan kapasitas akademiknya. Kemendikbud pun meminta semua pihak turut memantau praktik plagiarisme tersebut.
"Bagi warganet yang menemukan praktik plagiarisme/kecurangan akademik, laporkan ke ult.kemdikbud.go.id atau posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id @Itjen_Kemdikbud," tulis Kemendikbud.