Dilimpahkan Kejagung, Harvey Moeis dan Helena Lim Tiba di Kejari Jaksel
16-November-24, 15:23Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Harvey Moeis dan Helena Lim, dua tersangka kasus dugaan korupsi timah, tiba di Kejaksaaan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/7/2024).
Pantauan sumber yang dilansir kumpulan berita terkini di lokasi, Harvey dan Helena tiba sekitar pukul 10.52 WIB. Keduanya mengenakan baju berwarna biru dengan rompi pink khusus tahanan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Diketahui, Kejagung hari ini kembali melimpahkan berkas tersangka dan barang bukti kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Hari ini, giliran Harvey dan Helena yang dilimpahkan.
Adapun pelimpahan tersangka dan barang bukti ini sudah dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar.
"Iya (hari ini pelimpahan Harvey Moeis dan Helena Lim)," kata Harli saat dikonfirmasi, Senin (22/7/2024).
Sebelum kedua tersangka, berkas-berkas dan barang bukti keduanya telah lebih dulu tiba di Kejari.
Barang bukti tersebut dimuat dalam dua mobil sedan yang berdatangan secara bergantian.
Nampak uang pecahan Rp 100.000 yang bertumpuk-tumpuk untuk diserahkan ke Jaksa penuntut umum.
Sebagaimana diketahui, total sudah ada 16 tersangka kasus timah yang sudah dilimpahkan ke Kejari Jaksel.
Beberapa tersangka yang dilimpahkan yaitu Amir Syahbana (AS) selaku Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) periode 2018-2021.
Tamron Tamsil alias Aon (TN alias AN) selaku beneficial ownership atau pemilik manfaat CV VIP dan PT MCN; hingga Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP dan PT MCN.
Selain Helana dan Harvey, nantinya sejumlah barang bukti juga akan dilimpahkan.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus timah ini total ada 22 tersangka ditetapkan Kejaksaan. Jumlah kerugian negara terkait perkara ini mencapai Rp300 triliun.
Para tersangka dalam kasus ini diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar atau ilegal di wilayah Bangka Belitung untuk mendapatkan keuntungan.