Kualitas BBM Jadi Salah Satu Faktor Otomotif Harus Geser ke EV
16-November-24, 13:11Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Kemenko Marves) menyampaikan, terdapat sejumlah alasan Indonesia harus mengadopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) sebagai angkutan jalan.
Salah satunya, sebagaimana dikatakan Assisten Deputi Kemenko Marves Firdausi Manti, ialah kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang masih buruk serta nilai impor yang terus tinggi setiap tahun.
"Berdasarkan data kami, rata-rata nilai impor BBM dari 2019-2023 itu mencapai Rp 250 triliun per tahun karena permintaan kita hanya dapat dipenuhi 40 persen secara lokal (produksi), sisanya impor," katanya di Jakarta, Kamis (22/8/2024).
"Nilai impor subsidi dari BBM ini pada periode sama juga rata-rata mencapai Rp 119 triliun per tahun," ucap Firdausi.
Dengan besaran dana tersebut, kendaraan bermotor malah menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar di Tanah Air dengan total kontribusi 23 persen setelah power generation sebesar 42 persen.
Firdausi menyampaikan, tingginya produksi emisi dari kendaraan ini bukan hanya dikarenakan populasi. Tapi juga kualitas BBM yang masih rendah.
"Jadi selain kendaraannya yang memang mengeluarkan emisi, kualitas BBM kita juga masih belum bisa seperti standar Euro 4 ataupun Euro 5, sebagaimana negara lain," kata dia.
"Maka dari itu, gas emisi kendaraan pada musim hujan bisa mencapai 32-41 persen sementara ketika musim kemarau 42-57 persen," ucapnya.
Di sisi lain, industri otomotif nasional juga sangat penting dalam meningkatkan perekonomian. Pada 2023, dengan total produksi mobil 1,4 juta sektor terkait mampu memberikan dampak langsung hingga Rp 100 triliun dari hasil ekspor.
"Industri otomotif juga menyumbang Rp 196 triliun terhadap PDB dan menyerap 1,5 juta tenaga kerja di sepanjang rantai industri," kata Firdausi.
"Padahal rasio kepemilikan kendaraan kita baru 90 unit per 1.000 penduduk dan ini masih sangat potensial untuk meningkat. Maka dari itu kita harus mengambil langkah agar beban lingkungan dan kesehatan fiskal kita tidak terbebani," ujar dia.
"Jangan sampai pada sisi industri bagus tetapi emisi CO2 meningkat, polusi udara memburuk, impor BBM juga naik, serta subsidi BBM yang membengkak," kata Firdausi.