Beda TKN Prabowo dan Timnas AMIN soal Larangan Ekspor Nikel Cs
16-November-24, 12:24Tim Kampanye Nasional (TKN) menyebut calon presiden Prabowo Subianto akan mengevaluasi larangan ekspor nikel Cs yang merupakan kebijakan di bawah Presiden Jokowi saat ini.
Pernyataan ini diungkap Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Drajad H. Wibowo.
"Export bans (larangan ekspor bahan mentah) apakah menjadi andalan? Off course, no!" tegas Drajad dalam Diskusi Publik Timses Capres Cawapres di Auditorium CSIS, Jakarta Pusat, Rabu (6/12).
"Tapi choices has been made, the current administration, itu yang kita jalankan dulu. Tapi kan itu (larangan ekspor) untuk nikel, yang lain akan kita cek apa the best strategy untuk melakukan downstreaming," imbuhnya.
Sementara itu, Co-Captain 2 Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Thomas Lembong mengkritisi larangan ekspor nikel yang diterapkan Jokowi. Ia mengatakan kebijakan tersebut tidak pro-pasar.
Pria yang akrab disapa Tom itu menegaskan negara lain tak suka disandera. Pada akhirnya, mereka akan mencari substitusi bahan mentah yang bisa menggantikan peran nikel Indonesia.
"Karena mahalnya nikel, tidak stabilnya pasokan karena ekspor nikel kita kerannya dibuka tutup, akhirnya industri mencari solusi lain. Yang sekarang menjadi semakin luas, baterai mobil listrik lithium ferro phosphate (LFP) yang menggunakan besi dan fosfat, tidak mengandung sama sekali nickel manganese cobalt (NMC)," tuturnya.
Senior Fellow CSIS Haryo Aswicahyono sepakat dengan apa yang disampaikan Thomas Lembong. Ia mengatakan ada berbagai jenis baterai listrik di dunia, tidak hanya mengandalkan nikel yang dikuasai Indonesia.
Haryo menilai jika harga nikel dibuat mahal, pasti akan muncul inovasi baru yang menggantikan bahan mentah kebanggaan Indonesia tersebut.
"Kita juga perlu memperhatikan bahwa di dunia ini semakin fragmented karena ada perang dagang Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan AS. Kalau kita mau masuk ke electric vehicle (EV) itu value chain dunia, tidak mungkin hanya mengandalkan pasar dalam negeri. Harus menembus AS dan Uni Eropa (UE)," jelasnya.
"Jadi walaupun kita punya market power di nikel, kita tetap butuh yang lainnya dengan cukup besar, lithium terutama dan itu rebutan di dunia. Jangan hanya strateginya mengandalkan nikel, nikel, nikel, tapi input lainnya bagaimana? Dan itu lithium-nya sudah dikuasai China misalnya, sudah kontrak berapa tahun," tandas Haryo.
Ekspor bijih nikel sejatinya sudah dilarang Presiden Jokowi sejak Januari 2020 lalu. Larangan ini sampai membuat Indonesia digugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Namun, Jokowi menyatakan tak akan berhenti dengan kebijakan itu. Pasalnya, kebijakan itu telah memberikan manfaat ekonomi besar ke Indonesia.
Jokowi memaparkan sebelum hilirisasi, nilai ekspor hanya US$2,1 miliar atau Rp30 triliun per tahun. Setelah kebijakan hilirisasi dimulai pada 2020, nilai tambah melonjak ke US$33,8 miliar atau setara Rp510 triliun.