Pengadilan Perintahkan Bentuk Satgas Anti Kekerasan Nakes di India
16-November-24, 12:08Mahkamah Agung India memerintahkan satuan tugas (satgas) nasional mengkaji peningkatan keamanan bagi tenaga kesehatan (nakes) usai kasus pemerkosaan dan pembunuhan dokter magang di Kolkata mendatangkan gelombang protes dari berbagai pihak.
Penemuan jenazah dokter magang di sebuah rumah sakit pemerintah di Kolkata pada 9 Agustus lalu memicu kemarahan masyarakat India terhadap isu kekerasan pada perempuan.
Asosiasi dokter dari rumah sakit yang dikelola pemerintah di banyak kota di India telah melancarkan mogok kerja selama dua minggu.
Para pengunjuk rasa memberi julukan kepada dokter yang terbunuh itu "Abhaya", yang berarti "tak kenal takut".
Para pengunjuk rasa berbaris melalui Kolkata pada hari Selasa (20/8), mengangkat poster-poster yang menuntut "keadilan", sementara pengadilan tinggi negara tersebut mengeluarkan perintah di ibu kota New Delhi.
"Kebrutalan serangan seksual dan sifat kejahatannya telah mengejutkan hati nurani bangsa," kata tiga hakim dalam perintahnya seperti dilaporkan AFP.
Ketua Hakim D.Y. Chandrachud membacakan perintah tersebut, yang menyerukan pembentukan "satuan tugas nasional" yang terdiri dari para dokter terkemuka.
Tujuannya tentu untuk menyiapkan rencana mencegah kekerasan di fasilitas kesehatan dan menyusun "protokol nasional yang dapat ditegakkan" untuk kondisi kerja yang aman.
Pengadilan mengatakan pihaknya terpaksa turun tangan karena masalah ini merupakan keprihatinan nasional.
"Dengan adanya keterlibatan isu-isu sistemik dalam layanan kesehatan di seluruh negeri, pengadilan ini harus melakukan intervensi," tambahnya.
Para hakim mengungkap kurangnya norma keamanan institusional di perusahaan medis, baik terhadap kekerasan maupun kekerasan seksual terhadap tenaga medis, merupakan masalah yang sangat memprihatinkan.
"Dengan sedikit atau tidak adanya sistem perlindungan untuk menjamin keselamatan mereka, para profesional medis menjadi rentan terhadap kekerasan," tambahnya, menyoroti kurangnya kamera CCTV dan kegagalan menyaring pengunjung rumah sakit untuk mencari senjata.
"Kurangnya personel keamanan di unit perawatan medis lebih merupakan suatu norma daripada pengecualian," katanya.
Dokter magang yang diduga dibunuh itu ditemukan di ruang seminar rumah sakit pendidikan, menunjukkan bahwa dia pergi ke sana untuk istirahat selama shift 36 jam.
Hasil otopsi mengonfirmasi bahwa dokter itu telah mengalami pelecehan seksual. Dalam petisi ke Pengadilan Tinggi Kolkata, orang tuanya mengatakan mereka mencurigai putri mereka diperkosa beramai-ramai.
Banyak dari protes tersebut dipimpin oleh para dokter dan petugas kesehatan lainnya, namun juga diikuti oleh puluhan ribu warga sipil India yang menuntut tindakan.
"Seiring dengan semakin banyaknya perempuan yang bergabung dalam angkatan kerja di bidang pengetahuan dan ilmu pengetahuan terkini, negara ini mempunyai kepentingan penting dalam memastikan kondisi kerja yang aman dan bermartabat," kata pengadilan.
"Bangsa ini tidak bisa menunggu terjadinya pemerkosaan atau pembunuhan untuk mendapatkan perubahan nyata di lapangan," tambahnya.
Para dokter juga menuntut penerapan Undang-Undang Perlindungan Pusat, sebuah undang-undang untuk melindungi petugas kesehatan dari kekerasan.