Bambang Trihatmodjo Minta Sri Mulyani Setop Tagih Utang SEA Games 1997
16-November-24, 11:45Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Pihak Bambang Trihatmodjo meminta pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk berhenti menagih utang dana talangan penyelenggaraan SEA Games XIX tahun 1997. Saat ini, dana talangan itu masih dianggap sebagai piutang negara.
Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo, Shri Hardjuno Wiwoho mengatakan, sejak awal uang Rp 35 miliar yang diberikan untuk dana talangan bukan bersumber dari APBN, melainkan dari dana pungutan reboisasi pihak swasta yang ditampung di Kementerian Kehutanan.
Oleh sebab itu, ia menilai, persoalan dana talangan ini seperti sekedar menyinggung pribadi Bambang Trihatmodjo sebagai anak Presiden Soeharto yang merupakan bagian dari orde baru. Padahal, menurut Hardjuno, penggunaan dana talangan tidak untuk kepentingan pribadi kliennya.
"Bila pemerintah bisa bijak bisa melihat masalah ini, bukan pada tendensi pribadi dan diduga kaitan Pak Bambang Trihatmodjo sebagai putra Presiden Soeharto. Apakah tidak bisa Kemenkeu menutup masalah ini?," ujar Hardjuno dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (23/3/2022).
"Karena bilamana kita melihat historis permasalahan ini, sumber dari dana talangan ini pun bukan dari APBN. Kita trace (telusuri) itu bukan dari kas Kemensetneg tapi dari Kementerian Kehutanan, sumbernya dari dana reboisasi. Dana yang memang didapatkan dari pihak swasta," lanjutnya.
Untuk diketahui, kala itu dana talangan diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) kepada konsorsium swasta mitra penyelenggara SEA Games 1997 yang dipimpin oleh Bambang Trihatmodjo.
Dana talangan sebesar Rp 35 miliar tersebut dibutuhkan sebagai tambahan dana SEA Games 1997 yang awalnya ditetapkan hanya senilai Rp 70 miliar. Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) meminta tambahan dana itu untuk pembinaan atlet.
Di sisi lain, PT Tata Insani Mukti (TIM) ditunjuk sebagai badan hukum teknis pelaksana konsorsium mitra penyelenggara swasta. Saat itu, Bambang Trihatmodjo memang menjabat sebagai komisaris utama TIM, namun dia bukanlah pemegang saham perusahaan.
Adapun TIM merupakan pihak swasta yang bergabung dalam Konsorsium Mitra Penyelenggaraan SEA Games XIX tahun 1997, sementara dari pihak pemerintah ada Kemenpora, KONI, dan Kemenkokesra. TIM bergabung dalam konsorsium berdasarkan penandatanganan MoU pada 14 Oktober 1996 silam.
Dana talangan Rp 35 miliar tersebut diberikan negara melalui TIM. Oleh sebab itu, menurut Hardjuno, sejak awal kewajiban membayar dana talangan yang kini ditagih sebagai piutang negara, bukanlah kepada Bambang Trihatmodjo, melainkan TIM yang patut bertanggung.
Ia bahkan menyebut, ada dua tokoh lain di balik TIM yang seharusnya ikut ditagih yaitu Bambang Riyadi Soegomo dan Enggartiasto Lukita. Lantaran keduanya memiliki saham di TIM melalui dua perusahaan mereka.
"Jadi kenapa klien kami bersikukuh, itu bukan karena tidak mau bayar tapi karena bukan kewajibannya. Subyeknya ini TIM, klien kami komisaris utama tanpa pemegang saham. Pemegang saham itu ada dua perusahaan yang jadi pengendali. Itu milik Pak Bambang Soegomo dan Pak Enggartiasto," papar dia.
Hardjuno menilai, nama Bambang Trihatmodjo terseret dalam penagihan utang SEA Games tahun 1997 hanya karena kliennya menjabat sebagai ketua umum konsorsium mitra penyelenggara swasta yang ikut menandatangani dokumen serah terima dana talangan tersebut.
Menurut dia, jika pemerintah tetap mau menagih dana talangan itu, maka jangan sampai salah alamat, lantaran bukan Bambang Trihatmodjo saja yang seharusnya bertanggung jawab.
"Pemerintah silakan memiliki hak tagih tapi jangan sampai salah alamat," kata Hardjuno.
Seperti diketahui, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan SEA Games XIX tahun 1997 secara mendadak karena menggantikan Brunei Darussalam. Kondisi yang mendadak itu menimbulkan permasalahan biaya, sebab negara tidak memiliki alokasi anggaran dari sisi APBN.
Oleh karena itu, dilakukan pembentukan konsorsium yang di mana peran pihak swasta adalah mencarikan dana penyelenggaraan. Awalnya perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk penyelanggaran sekitar Rp 70 miliar, namun mendadak KONI meminta dana tambahan untuk pembinaan atlet.
Kala itu dana talangan yang diberikan pemerintah untuk kebutuhan pembinaan atlet memang Rp 35 miliar, namun secara keseluruhan, jumlah piutang negara yang saat ini ditagih oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada Bambang Trihatmodjo mencapai Rp 64 miliar.
Jumlah itu hasil dari akumulasi pinjaman pokok Rp 35 miliar ditambah dengan bunga sebesar 15 persen dengan jangka waktu 1 tahun atau selama periode 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998.