Daya Beli Kelas Menengah Turun, PPN Jadi 12 Persen Dinilai Tidak Tepat

Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Rencana pemerintah untuk menaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan dinilai tidak tepat.

Hal ini dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah, yang tengah tertekan.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, kelas menengah sudah menerima sejumlah pukulan, mulai dari kenaikan harga komoditas, suku bunga yang tinggi, hingga kesulitan mencari pekerjaan. Kenaikan PPN akan menambah tumpukan masalah yang dihadapi kelas menengah.

Pasalnya, Bhima bilang, jika wacana penetapan PPN 12 persen terealisasi, maka dalam kurun waktu 4 tahun terakhir tarif PPN telah meningkat 20 persen, yakni dari sebesar 10 persen pada 2021, menjadi 12 persen pada 2025.

"Ini kenaikan tarif PPN yang sangat tinggi," kata Bhima, kepada salah satu media nasional, sesuai yang dikompilasi kumpulan berita terkini Rabu (13/3/2024).

Dengan melihat potensi kenaikan tarif tersebut dan kondisi masyarakat, khususnya kelas menengah, saat ini, Bhima menilai momentum penyesuaian PPN pada tahun depan tidak tepat.

Pemerintah disebut perlu membatalkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) itu.

"Momentum penyesuaian tarif PPN tidak tepat dan sebaiknya dibatalkan," tuturnya.

Apabila tetap dilaksanakan, Bhima meyakini, daya beli masyarakat akan kian tertekan. Hal ini kemudian berpotensi memicu berlanjutnya perlambatan konsumsi rumah tangga nasional.

https://money.kompas.com/read/2024/03/13/121200326/daya-beli-kelas-menengah-turun-ppn-jadi-12-persen-dinilai-tidak-tepat