Peluang dan Tantangan Koperasi Multi Pihak Sektor Pertanian
16-November-24, 07:07OLEH: Novita Puspasari*
"Model ini mungkin adalah jawaban yang selama ini kita tunggu-tunggu. Koperasi konsumen fokus pada konsumennya, koperasi produsen hanya pada produksinya, dan koperasi simpan pinjam hanya terkait permodalannya. Kalau ada uang, bisa produksi, tapi tidak bisa menjual, kan koperasinya tidak berjalan. Begitu juga jika ada konsumen, tapi kesulitan modal, bagaimana mau memproduksinya? Kita perlu model koperasi yang bisa mengintegrasikan dari hulu ke hilir."
ITU testimoni yang saya peroleh dari Koperasi Multi-Pihak (KMP) di Bali ketika ditanya mengapa memilih model multi-pihak.
Mereka telah mencoba kembangkan aneka jenis koperasi. Seperti koperasi produksi dan koperasi simpan pinjam yang menunjang sektor pertanian. Namun mereka merasa ada yang belum optimal dari model-model tersebut.
Ketakpuasan terhadap model koperasi yang ada membuat mereka dengan senang hati menyambut model KMP. Padahal model ini relatif baru di Indonesia dan belum ada contoh suksesnya.
Kemenkop UKM baru terbitkan regulasinya per Oktober 2021, dalam bentuk Permenkop UKM No. 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak.
Jadi apa sebenarnya KMP yang membuat komunitas petani Bali mau mencobanya? Bagaimana peluang serta tantangannya di sektor pertanian?
KMP adalah model koperasi yang melibatkan lebih dari satu kelompok anggota. Menurut International Labour Organization (ILO), dalam KMP, setiap kelompok anggota memiliki perwakilan dalam tata kelola koperasi.
Tidak ada kelompok anggota yang mendominasi keputusan dengan mayoritas suara atau hak veto eksklusif.
Dalam KMP, kelompok anggota dapat dibagi berdasarkan kontribusi mereka, seperti kelompok pengguna, pekerja, dan pendukung (Lund & Novkovic, 2023; Lund, 2011).
Pengguna bisa terdiri dari konsumen atau produsen, pekerja mencakup karyawan yang bekerja untuk KMP, dan pendukung melibatkan pemodal dan pemangku kepentingan lain yang memiliki ketertarikan terhadap koperasi.
Model KMP dapat diimplementasikan dalam berbagai sektor dan model bisnis. Salah satu contoh menarik adalah KMP yang bergerak di sektor pertanian, di mana berbagai kelompok pemangku kepentingan di sektor ini berkontribusi dalam pengelolaan koperasi untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Ajates (2018), KMP dalam sektor pertanian memiliki perbedaan dengan model koperasi pertanian tradisional yang lebih mengedepankan peran petani sebagai produsen.
Dalam konteks KMP, pemangku kepentingan yang terlibat bukan hanya petani sebagai produsen, melainkan juga konsumen, pemasar, dan aktor lain dalam ekosistem pertanian.
Penelitian yang dilakukan Ajates (2017; 2018; 2021) di Spanyol dan Inggris menunjukkan bahwa model KMP mampu mendukung sektor pertanian yang berkelanjutan dengan melibatkan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan di rantai nilai industri tersebut.