Badai Helene di AS dan Topan Krathon Taiwan Memburuk, Apa Sebabnya?
16-November-24, 01:37Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Badai Helene di Amerika Serikat dan topan krathon di Taiwan menunjukkan bukti baru bahwa perubahan iklim memperburuk bencana alam.
Badai helene terjadi di wilayah Big Bend, Florida, dan terus bergerak ke utara ke Georgia dan Carolina setelah menerjang daratan pada Kamis (3/10/2024) malam.
Dilansir dari Fox Weather, badai ini menjadi bencana paling dahsyat kedua yang terjadi di Amerika Serikat pada 55 tahun terakhir dengan jumlah korban jiwa meninggal mencapai 200 orang.
Sementara itu, bencana badai Topan Krathon yang tidak kalah dahsyat juga terjadi di Taiwan pada Kamis (3/10/2024).
Badan Cuaca Nasional Taiwan, CWA awalnya memprediksi, topan krathon akan membawa angin dengan kecepatan 160 kilometer per jam. Namun, topan itu membawa angin berkecepatan 220 kilometer per jam.
Lantas, benarkah memburuknya badai helen dan topan krathon karena perubahan iklim?
Badai Helene dan pengaruh perubahan iklim
Dikutip dari The Guardian, kepala badan penanggulangan bencana Amerika Serikat menyebutkan, badai helene semakin parah karena pemanasan global.
Kelompok ilmuwan di Lawrence Berkeley National Laboratory, Mark Risser, Joshua North dan Michael Wehner mengatakan, curah hujan yang terjadi selama badai helene meningkat hingga 20 kali lipat di daerah-daerah tertentu karena perubahan iklim.
"Perkiraan terbaik kami adalah bahwa perubahan iklim mungkin telah menyebabkan curah hujan sebanyak 50 persen lebih banyak selama badai helene di beberapa bagian Georgia dan Carolina,” ujarnya, dilansir dari USA Today.
Meskipun penelitian ini menggunakan metodologi atribusi yang telah digunakan oleh para ilmuwan di masa lalu, mereka memperingatkan bahwa penilaian awal masih dapat diperbarui.
Studi lain menemukan, siklon yang mirip dengan badai helene lebih basah hingga 20 persen di tenggara Amerika Serikat dan lebih berangin hingga 7 persen di Teluk Florida jika dibandingkan periode 1980-2000.
Hal ini menunjukkan, iklim yang memanas membuat dunia menjadi lebih basah karena atmosfer yang lebih hangat menyimpan lebih banyak uap air, yang menghasilkan curah hujan yang lebih tinggi.
Studi ClimaMeter telah menyampaikan peringatan yang menyatakan bahwa apabila emisi as rumah kaca tidak berkurang, peristiwa badai helen akan melanda di sebagian besar wilayah Amerika Serikat dan mempengaruhi wilayah lainnya.
IPSL-CNRS, Perancis sekaligus penulis studi Davide Faranda mengatakan tingginya curah hujan akibat badai helene sebagian besar dipicu oleh pembakaran bahan bakar fosil.
"Analisis kami dengan jelas menyoroti bahwa perubahan iklim antropogenik memperkuat dampak peristiwa alam yang selalu terjadi, tetapi kini dengan konsekuensi yang jauh lebih dahsyat," kata dia.
"Dalam kasus Badai Helene, intensitas curah hujan ekstrem telah meningkat secara signifikan akibat emisi bahan bakar fosil dan peristiwa ini akan semakin mempengaruhi wilayah yang lebih luas dan sebelumnya kurang rentan," imbuhnya.