Uskup Ruteng Kenang Sosok Paus Fransiskus: Pemimpin Sederhana dan Berpihak pada Kaum Marginal
Meninggalnya Paus Fransiskus pada Senin, 21 April 2025 di Casa Santa Marta, Vatikan, meninggalkan duka mendalam bagi umat Katolik di seluruh dunia. Sosok pemimpin Gereja Katolik yang dikenal dengan kesederhanaan dan keberpihakannya kepada kaum kecil ini dikenang oleh banyak pihak, termasuk Uskup Keuskupan Ruteng, Nusa Tenggara Timur (NTT), Monsinyur (Mgr) Siprianus Hormat.
Mgr Siprianus Hormat menyampaikan rasa duka cita mendalam atas kepergian Paus Fransiskus. Beliau menggambarkan Paus sebagai pemimpin spiritual yang karismatik, sederhana, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap mereka yang terpinggirkan dalam masyarakat. Kenangan akan pertemuan tatap muka dengan Paus Fransiskus pada tahun 2019, saat Mgr Sipri mengikuti kunjungan Ad Limina Apostolorum (kunjungan lima tahunan para uskup Indonesia ke Vatikan), masih terukir jelas dalam benaknya. Saat itu, Mgr Sipri masih menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
"Saya terkesan dengan wibawa spiritual yang terpancar dari tatapan beliau. Kata-kata yang beliau ucapkan terasa sarat makna spiritual, dan hal itu juga terasa ketika beliau menatap kami," ungkap Mgr Sipri pada Selasa, 22 April 2025.
Pertemuan kedua terjadi setelah Misa yang dipimpin langsung oleh Paus Fransiskus di Casa Santa Marta. Seusai Misa, para uskup Indonesia mendapat kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi singkat dengan Paus.
"Paus menyapa saya dengan penuh persahabatan dan kehangatan seorang ayah. Beliau tahu bahwa saya adalah Sekretaris Eksekutif KWI, dan beliau berkata bahwa saya pasti bekerja keras karena memang demikianlah tugas seorang sekretaris," kenang Mgr Sipri.
"Saat berjabat tangan dengan beliau, saya merasakan aliran kedamaian yang mengalir melalui tangan beliau. Senyum yang beliau berikan juga sangat berkesan," lanjutnya.
Teladan Kesederhanaan dan Pelayanan
Bagi Mgr Sipri, kesan mendalam tentang Paus Fransiskus tidak hanya berasal dari pertemuan pribadi, tetapi juga dari gaya hidupnya yang mencerminkan kesederhanaan dan pelayanan. Motto pontifikat Paus Fransiskus, Miserando atque eligendo yang berarti 'memandang dengan belas kasihan lalu memilihnya', menjadi penegasan orientasi pastoral Paus untuk lebih dekat dengan kaum kecil dan terpinggirkan.
"Gebrakan pastoral beliau lebih memprioritaskan orang-orang kecil dan sederhana. Tidak heran jika beliau sangat mencintai para migran, narapidana, dan mereka yang termarginalkan," jelas Mgr Sipri.
Kesederhanaan Paus Fransiskus juga tercermin dalam keputusannya untuk tinggal di Casa Santa Marta, bukan di Palazzo Apostolico yang merupakan kediaman resmi para Paus di Vatikan.
"Ini adalah wujud dari visi pastoral beliau, yaitu memilih orang-orang kecil sebagai fokus pelayanan," ujarnya.
Mgr Sipri juga menyinggung kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada tahun sebelumnya. Paus menolak mobil mewah yang telah disiapkan dan memilih kendaraan yang lebih sederhana untuk beraktivitas.
Kesederhanaan lainnya terlihat dari gaya hidup Paus, termasuk arloji Casio yang sering ia kenakan.
Mgr Sipri juga menyebutkan wasiat Paus Fransiskus tentang pemakamannya, yang menginginkan peti mati sederhana dari kayu, seperti yang lazim digunakan oleh para Paus sebelumnya.
"Singkatnya, kesederhanaan adalah jiwa dari seluruh pelayanan pastoral beliau," pungkas Mgr Sipri.