Pesawat dari Singapura Wajib Pakai Biofuel, Bos Sawit Happy
15-November-24, 14:42Jakarta, Dimuat dalam media nasional yang dirangkum kumpulan berita terkini - Permintaan minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) diharapkan semakin meningkat setelah penerbangan dari Singapura akan mewajibkan penggunaan bahan bakar berkelanjutan (biofuel) mulai 2026 mendatang.
Inisiatif penggunaan biofuel tersebut merupakan bagian cetak biru atau blueprint yang dikembangkan Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) sebagai langkah pengurangan karbon,
Sebagai permulaan, pemerintah Singapura menargetkan peningkatan bahan bakar berkelanjutan sebesar 1% dan akan dimulai pada 2026. Target tersebut kemudian akan ditingkatkan menjadi antara 3% dan 5% pada 2030 bergantung pada perkembangan global dan kondisi pasokan bahan bakar.
Permintaan Biofuel Bakal Meningkat, CPO Diuntungkan
Menteri Transportasi Singapura, Chee Hong Tat menyatakan dampak dari kebijakan ini akan meningkatkan permintaan pada produsen bahan bakar berkelanjutan.
"Hal ini akan memberikan sinyal permintaan yang penting kepada produsen bahan bakar dan memberi mereka insentif untuk berinvestasi pada fasilitas produksi baru (bahan bakar penerbangan berkelanjutan)" Ungkap Chee Hong Tat di Changi Aviation Summit pada Senin (19/2/2024), dikutip dari Channel News Asia.
Berbicara soal produsen bahan bakar berkelanjutan atau biofuel ini tak lepas dari peran minyak kelapa sawit. Pasalnya CPO ini digunakan sebagai salah satu bahan bakar nabati.
Dari Indonesia, salah satunya ada Pertamina Kilang yang memproduksi Bioavtur. Ini merupakan bahan bakar nabati yang berasal dari campuran avtur dan minyak kelapa sawit 2,4%.
Industri Bioavtur sudah berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini seperti di Amerika Serikat (AS), Kanada, dan negara-negara di Eropa. Dalam teknologi mesin pesawat saat ini, beberapa sudah bisa mengkombinasikan sekitar 50% bioavtur dari komposisi total bahan bakar. Hal tersebut berarti, perbandingan campuran antara bioavtur dan avtur konvensional dari bahan bakar fosil adalah 50:50.
Dengan begitu, melihat peluang permintaan bioavtur pada industri penerbangan yang semakin meningkat. Tentu ini akan sejalan dengan produksi CPO yang diharapkan akan terserap untuk produksi bioavtur.
CPO Untuk B35 Hingga Persiapan Lebaran
Selain Bioavtur, penggunaan CPO juga terserap untuk bahan bakar nabati (BBN) biodiesel 35% (B35). Sejak Agustus 2023 lalu, B35 ini secara resmi naik dari sebelumnya B30, hal ini berarti campuran minyak sawit yang dimasukan pada bahan bakal minyak meningkat dari sebelumnya 30% ke 35%.
Rencananya ke depan, persentase campuran ini akan dinaikkan dari 35% ke 40%. Hal ini tentu saja juga akan mengakselerasi permintaan terhadap CPO ke depan.
Peningkatan permintaan ini juga diharapkan bisa terakselerasi lebih positif pada persiapan jelang lebaran atau Idul Fitri tahun ini. Sebagaimana kita tahu, selain untuk energi, CPO secara luas lebih banyak digunakan untuk minyak goreng.
Indonesia Produsen Terbesar CPO
Melihat bagaimana permintaan CPO ke depan akan semakin meningkat, Indonesia menjadi salah satu negara yang akan diuntungkan lantaran menjadi produsen terbesar minyak kelapa sawit di kancah global.
Di pasar dunia produk sawit dari Indonesia menguasai pasar lebih dari 50%, kemudian baru diikuti Malaysia sekitar 25% dan sisanya gabungan dari negara lain.
Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2024, Indonesia berhasil ekspor minyak kelapa sawit sebanyak 2,04 juta ton, naik dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 1,75 juta ton. Dalam periode yang sama, nilai ekspor juga meningkat dari US$ 833,63 juta menjadi US$ 835,61 juta.
Hanya saja, dalam basis tahunan nilai ekspor CPO cenderung terkontraksi lantaran pergerakan harga komoditas CPO belum terlalu atraktif, ditambah harga substitusi minyak nabati lain seperti kedelai, bunga matahari, dan canola masih cenderung lebih murah.
Sebagaimana dikutip oleh kumpulan berita terkini dari salah satu media nasional RESEARCH