Amerika Meniru Indonesia?
15-November-24, 09:16PEMILU 2020 yang berlangsung di Amerika Serikat melahirkan keterkejutan baru bagi dunia, meskipun seharusnya keterkejutan itu tidak perlu ada.
Pasalnya, presiden petahana, Donald Trump berhasil dijungkalkan oleh politisi senior dari Partai Demokrat, Joe Biden yang berpasangan dengan mantan jaksa San Fransisco dan California, Kamala Harris.
Kamala Harris menjadi perempuan pertama yang menjadi wakil presiden di negara adi kuasa tersebut. Seorang warga kulit hitam keturunan yang melahirkan inspirasi bagi kaum milenial untuk mewujudkan mimpi tinggi.
Namun drama Pemilu 3 November itu tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu AS tidak langsung diketahui pada malam harinya, karena harus mengakomodasi pemilih yang melakukan melalui pos (mail in ballot) yang telah dibuka sejak September karena pandemi Covid-19.
Yang paling menegangkan ketika beberapa negara bagian yang menjadi basis Partai Republik seperti Pennsylvania dan Winsconsin dimenangkan oleh Joe Biden.
Hasil Georgia yang terlambat masuk akhirnya dimenangkan oleh Biden–Harris. Itu adalah kemenangan pertama Demokrat sejak 1992 (CBS Evening News, 13 November 2020).
Prahara demokrasi muncul ketika Trump mengeluarkan pernyataan tidak mengakui hasil pemilu jika kalah. Bahkan pihak Trump sudah mengklaim kemenangan ketika hasil pemilu sedang dihitung.
Ketika hasil Pemilu sudah menunjukkan Biden meraih 290 electoral college vote dari batas minimal 270, pihak istana Presiden masih tidak mengakui hasil pemilu, termasuk didukung oleh Menlu AS, Mike Pompeo.
Keriuhan ini muncul di lini masa media sosial, ketika cuitan jurnalis AS, David Lipson, menyatakan Pemilu AS meniru model Indonesia.
Pernyataan satir itu direspons oleh dosen komunikasi dari Australian National University, Ross Tapsel, bahwa Pemilu AS itu tidak persis sama dengan Indonesia, kecuali Trump diangkat sebagai menteri pertahanan; sebuah satirisme berlipat-lipat.
Penyakit AS menyebar
Sebenarnya apa yang terjadi dengan keriuhan pasca-pemilihan adalah baru pertama sekali terjadi di AS. Kejadian ini ikut mempermalukan sejarah demokrasi Paman Sam yang penuh sikap gentleman. Di dalam tradisi Pemilu AS, kekalahan selalu diikuti sikap memberikan selamat kepada pemenang.
Yang paling fenomenal pada Pemilu 2000, ketika Al Gore yang menjadi wakil presiden petahana maju sebagai calon presiden.
Ketika hasil Pemilu masih panas, ia memberikan ucapan selamat kepada penantangnya, George Walker Bush Junior, padahal selisih suara yang dipermasalahkan saat itu hanya 600 suara dari jutaan suara yang telah masuk dari negara bagian Florida.
Ucapan selamat Al Gore itu memutus ketegangan Pemilu yang tercatat paling ketat di dalam sejarah AS.
Namun kini Trump menodainya. Sikapnya mewakili model politiknya yang memang kontroversial, termasuk pada Pemilu 2016, ketika ia menang dengan segala praksis politik machiavellian melalui politik demagogi, hate speech, disinformasi, dan politik identitas yang membelah warga Amerika.