Polri Rasa Milenial
15-November-24, 05:49PADA upacara Ulang Tahun ke-73 Polri, 1 Juli 2019, Presiden Joko Widodo menginstruksikan lima poin utama sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
Kelima poin itu adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia Polri; mengedepankan pendekatan dan tindakan humanis; meningkatkan kualitas pelayanan publik yang modern, mudah dan cepat; meningkatkan profesionalisme dan transparansi penegakan hukum, memberikan rasa adil kepada masyarakat; serta memperkuat koordinasi dengan TNI, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, serta masyarakat, dalam memelihara keamanan dan ketertiban sosial.
Dalam menjalankan instruksi Presiden, Polri dihadapkan pada fakta adanya perbedaan karakteristik generasi yang didasarkan pada usia, di antaranya generasi milenial yang saat ini menjadi mayoritas penduduk di Indonesia.
Berdasarkan data Susenas 2017, jumlah generasi milenial yang lahir dalam rentang tahun 1980-2000 mencapai sekitar 88 juta jiwa atau 33,75 persen dari total penduduk Indonesia.
Bandingkan dengan generasi sebelumnya, seperti generasi X (25,74 persen) maupun generasi baby boom+veteran (11,27 persen), maupun generasi setelahnya, Gen-Z yang baru mencapai 29,23 persen.
Modal Polri
Terdapat hubungan erat antara lembaga Polri dan milenial. Selain merupakan generasi di mana sebagian personelnya berasal, segmentasi utama pelayanan publik di kepolisian adalah mereka yang disebut juga sebagai generasi langgas.
Generasi ini memiliki karakteristik spesifik, di antaranya dekat dengan social media, kreatif, efisien, punya passion, produktif, dinamis, ingin serba cepat, open minded, kritis dan berani.
Karakter ini cenderung berbeda dengan Polri yang memiliki sifat seperti halnya lembaga pemerintah, kaku, formal dan birokratis.
Untuk itu butuh perubahan paradigma Polri dalam menghadapi milenial, baik mereka yang menjadi bagian dari institusi, maupun milenial sebagai yang dilayani.
Salah satu perubahan mendasar yang harus terus dilakukan adalah paradigma, dari seorang prajurit (warriors) yang kerap menggunakan pendekatan garis komando dan eksekusi menjadi penjaga (guardians) yang mengedepankan komunikasi dan interaksi sesama anggota dan masyarakat.
Pendidikan di Polri menjadi salah satu pintu masuk paling strategis untuk mengubah paradigma. Penambahan isu-isu seperti governance, antikorupsi, hak asasi manusia, gender serta pelayanan publik harus mendapatkan porsi yang besar dan di mainstream ke seluruh level jenjang pendidikan dan pelatihan, terutama pendidikan bintara dan tamtama, mengingat mereka menjadi ujung tombak pelayanan Polri dan langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Penting juga untuk mengubah metode pendidikan dan pelatihan dengan lebih fokus pada pembinaan mental dibanding fisik sebagai upaya mencegah timbulnya tekanan psikologis personel dalam menghadapi beragam karakter masyarakat yang dilayaninya.
Selanjutnya adalah perubahan mindset, salah satunya membangun sistem jenjang karier yang terbuka dan akuntabel untuk memastikan setiap anggota di Polri memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan menduduki jabatan-jabatan strategis, atau menjalankan merit sistem sesuai dengan amanat Undang Undang Aparatur Sipil Negara.
Meskipun saat ini jumlah personel Polri yang masuk kategori milenial belum mayoritas, namun berada pada posisi dan jabatan strategis, seperti petugas patroli, operator pelayanan, kapolsek, kanit, kasat, dan kabag di polres yang sangat menentukan citra Polri di mata publik.
Pelayanan publik
Pada sisi lain, besarnya jumlah generasi milenial yang diprediksi tahun 2020 akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dapat menjadi sasaran dari pelayanan publik Polri, terutama pelayanan surat izin mengemudi (SIM) dan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK).