Kasus Bunuh Diri di Sikka Didominasi Pria, Psikolog Unipa Maumere Ungkap Penyebabnya

Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Kasus bunuh diri di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), kian marak dalam beberapa bulan terakhir.

Sejak Juni hingga pertengahan September 2024, empat orang meninggal karena bunuh diri. Terakhir menimpa seorang pria di Desa Hikong, Kecamatan Talibura.

Psikolog Universitas Nusa Nipa Maumere, Epifania Ladapase mengatakan, rata-rata korban bunuh diri berusia remaja sampai dewasa awal.

Ada banyak faktor penyebab. Pertama, kata dia, aspek kognitif.

Para korban melakukan tindakan bunuh diri karena ketidakmampuan membuat keputusan dan menyelesaikan masalah.

"Mungkin mereka belajar bahwa menyelesaikan masalah dengan mengakhiri hidup. Padahal mereka tidak tahu bahwa mereka meninggalkan masalah bagi keluarga, masyarakat, dan orang sekitar," ujar Epifania saat ditemui media nasional sebelumnya, seperti yang dilansir oleh kumpulan berita terkini di Maumere, Kamis (19/9/2024).

Kedua, lanjut Epifania, aspek afektif atau perasaan. Ini sering dialami anak-anak remaja yang terkadang tidak mampu menahan perasaan yang dialaminya.

Misalnya, permasalahan dalam keluarga, di-bully, serta tuntutan keluarga yang terlalu tinggi, namun tidak diimbangi dengan kemampuan. Ini sering dihadapi para pria remaja hingga dewasa awal.

"Kasus bunuh diri di Sikka hampir 90 persen laki-laki. Ini sebetulnya berkaitan dengan ego, mereka kesulitan menyelesaikan apa yang mereka rasakan. Kalau perempuan lebih mudah untuk sharing apa yang mereka alami," bebernya.

Selain itu juga karena faktor sosial atau lingkungan. Bisa saja mereka belajar dari apa yang mereka lihat, dengar, dan baca.

Epifania menjelaskan korban yang melakukan tindakan bunuh diri dimulai dari ide. Ketika masalah muncul, sudah terbersit dalam pikiran melakukan aksi bunuh diri.

Oleh sebab itu, perlu kepekaan, apabila sudah mulai mendengar, atau ada tanda-tanda seperti ini harus secepatnya dicegah.

Setelah ide muncul, biasanya seseorang akan melakukan ancaman. Kemudian diikuti percobaan.

"Pada tahap percobaan, ada pikiran takut akan kematian," ujarnya.

Tahap terakhir adalah bunuh diri. Ini terjadi ketika pikiran buntu. Tidak ada jalan untuk menyelesaikan semua persoalan yang dihadapi.

Epifania menambahkan memutus mata rantai kasus bunuh diri harus melibatkan semua pihak. Mulai dari keluarga, lingkungan, sekolah, dan pemerintah.

"Kami juga saat ini sedang fokus untuk lakukan edukasi pencegahan bunuh diri ke sekolah-sekolah. Sasarannya sekolah menengah atas (SMA)," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2024/09/20/075452878/kasus-bunuh-diri-di-sikka-didominasi-pria-psikolog-unipa-maumere-ungkap