Kejar Koruptor ke Antartika, Modal Awal Komitmen Prabowo
15-November-24, 02:34"Saya akan cek kembali anggaran. Saya akan sisihkan anggaran khusus untuk pemberantasan dan pengejaran koruptor itu. Kalaupun dia (koruptor) lari ke Antartika, aku kirim pasukan khusus untuk nyari mereka di Antartika.”
MELEGAKAN dan memberi harapan! Itulah kesan orang saat membaca dan mendengar pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam Rapat Pimpinan Nasional Gerindra, 31 Agustus 2024.
Ketua Umum Gerindra itu juga mengatakan, “Semua indikator menunjukkan kita di ambang kebangkitan luar biasa. Kuncinya kita harus kurangi korupsi. Kalau bisa, kita habiskan korupsi dalam waktu singkat, minimal kita tekan, kurangi, kurangi dan kurangi. Kita tidak akan kompromi dengan korupsi."
Mengejar koruptor ke Antartika pernah juga disampaikan Prabowo pada 2019. Namun, pada Pemilu 2019, Prabowo gagal dalam meraih kursi kepresidenan.Kini, dalam Pemilu 2024, Prabowo dipastikan akan memimpin negeri ini. Prabowo akan dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2024.
Dan, jabatan presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, akan memudahkan Prabowo mewujudkan komitmen anti-korupsinya.
Saya pernah berbicara dengan mantan Menko Polhukam Mahfud MD dan Wakil Ketua KPK (2003-2007) Amien Sunaryadi soal komitmen pemberantasan korupsi Prabowo.
Kedua tokoh antikorupsi menaruh harapan pada Prabowo untuk membereskan negeri ini dari virus korupsi yang telah menggerogoti sendi-sendi negeri ini.
Amien lebih berharap Prabowo fokus pada masalah suap-menyuap. “Banyak orang tidak tahu bahwa suap itu korupsi,” ujarnya pada saya.
Pernyataan Prabowo itu senapas dengan pernyataan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo dalam pernyataan di Surabaya, 22 November 1993.
Berita utama Harian Kompas, 23 November 1993 menulis: “Kebocoran Dana Pembangunan Indonesia Mencapai 30 Persen.”
Sumitro yang juga ayahanda Prabowo dikutip Kompas mengatakan, “... Tingkat kebocoran dana pembangunan di Indonesia masih relatif tinggi, yakni sekitar 30 persen. Sementara dana yang tidak bocor pun ternyata tingkat efisiensi pemanfaatannya masih rendah dan belum seluruhnya digunakan sebagaimana semestinya. Masalah ini harus diatasi oleh pemerintah, apalagi karena dana-dana pembangunan di masa depan akan makin terbatas dan makin sulit diperoleh.”
Sejauh ini belum ada penelitian terkini dan valid mengenai tingkat kebocoran dana pembangunan yang disebut Sumitro mencapai 30 persen pada 1993.
Namun dari data-data yang termuat di media massa, mengutip penelitian ICW dari putusan pengadilan dalam periode 2013-2022, jumlah kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 238,14 triliun.
Data itu belum memasukkan kerugian negara dalam kasus korupsi BTS dan penambangan timah ilegal, yang katanya mencapai Rp 371 triliun.