Buang Limbah ke Sungai, Usaha Pembuatan Tahu di Ngawi Ditutup Sementara
14-November-24, 22:59NGAWI, media nasional yang mengungkapkan berita ini, yang kemudian dimuat di kumpulan berita terkini – Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, menutup sementara usaha pembuatan tahu di Desa Kedungputri, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Keberadaan usaha pembuatan tahu itu dikeluhkan warga karena pembuangan limbahnya ke sungai dan menimbulkan bau yang cukup menyengat.
Selain itu, usaha pembuatan tahu itu tidak memiliki izin operasional.
Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ngawi Yani Sulistyowati mengatakan, selain tidak memiliki izin usaha, pembuatan tahu milik Muanam itu juga tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah.
“Usaha tersebut harus berhenti sementara sampai dia bisa membangun IPAL. Terkait izin, pengusaha harus mengurus izin usaha maupun izin lingkungan melalui sistem OSS,” katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (30/4/2024).
Yani menambahkan, sesuai aturan, pemilik usaha pembuatan tahu dilarang membuang limbah ke saluran sungai tanpa diproses terlebih dahulu di instalasi pengolahan air limbah. Dampak lingkungan dari limbah yang dibuang ke sungai bisa merusak biota di sungai.
“Apa pun alasannya usaha yang menghasilkan air limbah harus diolah dulu sebelum dibuang ke saluran. Dampaknya bisa merusak biota di sungai,” imbuhnya.
Camat Paron, Arin mengatakan, warga mengeluhkan bau menyengat dari sungai yang mengalir di lingkungan mereka karena pabrik tahu di lingkungan mereka membuang limbahnya ke sungai.
Dari hasil mediasi yang dilakukan oleh pihak Kecamatan Paron antara warga dengan pemilik usaha pembuatan tahu, disepakati untuk sementara waktu tidak beroperasi.
“Yang dikeluhkan warga baunya sangat menyengat, mencemari lingkungan. Dari mediasi antara warga dengan pemilik pabrik tahu sepakat untuk sementara berhenti produksi. Pemilik akan membuat IPAL, baru produksi lagi,” katanya.
Dikonfirmasi terpisah, pemilik pabrik tahu, Muanam (41), mengaku akan menghentikan sementara waktu produksi tahunya sambil menunggu pembuatan instalasi pengolahan air limbah.
Dia mengakui selama 1 tahun beroperasi membuang limbahnya ke sungai karena di musim hujan tidak menimbulkan dampak bau yang menyengat.
“Dulu usahanya masih kecil sehingga tidak menimbulkan bau, sejak air limbahnya itu menggenang sehingga menimbulkan bau. Saat ini berhenti dulu produksi menunggu pembuatan IPAL,” katanya.