Amerika Serikat Menyoroti Kebijakan Ekonomi Indonesia: Dari QRIS hingga Produk Bajakan di Mangga Dua Jadi Sorotan
Pemerintah Amerika Serikat (AS), melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), baru-baru ini menerbitkan laporan "2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers" yang menyoroti berbagai hambatan perdagangan yang dihadapi perusahaan-perusahaan AS di pasar global. Laporan tersebut secara rinci mengidentifikasi isu-isu yang menghambat ekspor, investasi langsung, dan perdagangan elektronik AS di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapatkan perhatian khusus dalam laporan tersebut. USTR menyampaikan kekhawatiran terkait beberapa kebijakan dan praktik perdagangan di Indonesia yang dianggap menghambat akses pasar bagi perusahaan-perusahaan AS. Beberapa isu utama yang disoroti meliputi:
-
Sistem Pembayaran QRIS dan GPN: USTR menilai bahwa implementasi Quick Response Indonesia Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dapat menciptakan hambatan bagi perusahaan pembayaran lintas batas AS. Kekhawatiran utama adalah bahwa QRIS, sebagai sistem pembayaran domestik, dapat membatasi opsi pembayaran lintas batas yang dikelola oleh perusahaan AS. Selain itu, USTR juga menyoroti kurangnya transparansi dan konsultasi dengan pemangku kepentingan internasional dalam pengembangan kebijakan QRIS.
USTR juga menyoroti kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mewajibkan semua transaksi kartu debit dan kredit ritel domestik diproses melalui lembaga switching GPN yang berlokasi di Indonesia dan berlisensi oleh BI. Aturan ini dianggap membatasi akses perusahaan asing ke pasar pembayaran domestik. Pembatasan ekuitas asing sebesar 20 persen pada perusahaan yang ingin memperoleh lisensi switching untuk berpartisipasi dalam GPN juga menjadi perhatian.
-
Produk Bajakan di Mangga Dua: USTR menyoroti maraknya penjualan produk dan barang bajakan di pusat perbelanjaan Mangga Dua, Jakarta Pusat. Mangga Dua dianggap sebagai pusat perbelanjaan populer untuk barang bajakan, termasuk tas, dompet, mainan, produk berbahan dasar kulit, dan pakaian. USTR menilai pemerintah Indonesia kurang mengambil tindakan tegas untuk menindak para penjual barang bajakan di Mangga Dua.
-
Kebijakan TKDN: USTR juga menyoroti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dianggap menghambat perusahaan-perusahaan AS untuk menjual barang elektronik dan produk telekomunikasi mereka di Indonesia. Pemerintah AS terus mendorong Indonesia untuk menghapuskan kebijakan TKDN.
Selain isu-isu tersebut, USTR juga menyoroti beberapa hambatan perdagangan lainnya di Indonesia, seperti kebijakan tarif pajak, pembatasan ekspor bahan mentah, hambatan investasi asing, dan kebijakan barang digital dan e-commerce.
Menanggapi kekhawatiran AS terkait QRIS dan GPN, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, menyatakan bahwa Indonesia selalu terbuka untuk menjalin kerja sama dengan negara manapun tanpa melakukan diskriminasi. Ia menekankan bahwa implementasi QRIS dan layanan pembayaran cepat lainnya sangat tergantung pada tingkat kesiapan masing-masing negara. Destry juga menegaskan bahwa sistem pembayaran internasional seperti Visa dan MasterCard dari AS masih mendominasi transaksi di Indonesia, yang menunjukkan bahwa perusahaan asing tetap memiliki akses dan kesempatan untuk beroperasi di pasar domestik.
Presiden terpilih Prabowo Subianto juga memberikan tanggapan terkait TKDN, beliau menginstruksikan agar aturannya diubah dan dibuat lebih fleksibel. Prabowo berpandangan bahwa ketentuan TKDN yang dipaksakan justru membuat Indonesia kalah kompetitif dengan negara lain.