PKS Tolak PPN Naik 12 Persen di 2025, PKB-PPP Desak Ditunda
14-November-24, 17:28Tiga fraksi DPR RI memprotes rencana kenaikan pajak pertambahan nilai ( PPN ) menjadi 12 persen di 2025. Mereka yang memprotes adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Jika PKS tegas menolak, PKB meminta pemerintah mengkaji ulang dan PPP ingin rencana tersebut ditunda.
Anggota DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani menegaskan kenaikan PPN tak tepat. Ia menyinggung dampaknya akan buruk untuk masyarakat jika pajak tetap dipaksa naik.
"Fraksi PKS sejak awal konsisten menolak rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 karena dinilai semakin memukul mundur kondisi perekonomian masyarakat," tegasnya dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-2 Masa Persidangan I 2024-2025 di Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
"Kenaikan PPN kontraproduktif dengan daya beli masyarakat yang semakin tertekan akibat berbagai guncangan ekonomi, seperti kenaikan harga BBM, bahan pokok, dan tingginya suku bunga kredit," sambung Netty.
Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi PKB Ratna Juwita Sari paham bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen itu bukan tiba-tiba. Ini sudah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias UU HPP.
Ratna mengutip pasal 7 ayat 1 huruf b beleid tersebut, dijelaskan bahwa tarif PPN akan naik ke 12 persen dari yang berlaku sekarang sebesar 11 persen. Tarif baru ini mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.
"... memerlukan kajian yang mendalam sebelum dilaksanakan. Termasuk perhitungan ulang risiko terjadinya kenaikan inflasi dan biaya hidup, serta dampaknya kepada sektor UMKM," desaknya kepada pemerintah.
"Sehingga secara tegas kami meminta pemerintah untuk bisa mempertimbangkan kembali, apakah penerapan PPN 12 persen di 2025 merupakan kebijakan yang tepat?" tanya Ratna.
Senada, Anggota DPR RI Fraksi PPP Muhammad Aras juga menyampaikan sikap partainya yang tak sepakat mengenai kenaikan pajak. Menurutnya, penurunan daya beli dan konsumsi bakal merosot jika PPN dikerek ke 12 persen.
Aras mengakui bahwa tarif PPN di Indonesia terbilang rendah. Kendati, ia menegaskan PPP tetap mendesak pemerintah menunda rencana mengerek pajak.
"Memang betul bahwa tarif PPN di Indonesia masih di bawah rata-rata dunia, termasuk Organization of Economic Co-operation and Development (OECD) yang sebesar 15 persen. Namun, perlu diingat bahwa penerapan tarif PPN di Indonesia saat ini masih menggunakan skema single tariff," jelasnya.
"Hal ini dianggap kurang adil karena tidak mempertimbangkan perbedaan daya beli masyarakat atau kebutuhan antara kelompok barang dan jasa yang berbeda," tambah Aras.
Selain kritik terhadap rencana kenaikan PPN, wakil rakyat mempertanyakan bagaimana kelanjutan rencana presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto mengerek tax ratio. Terlebih, Prabowo berencana meningkatkan rasio pajak Indonesia ke level 23 persen.
Pertanyaan ini datang dari Fraksi PDI Perjuangan. Anggota DPR RI Fraksi PDIP Adisatrya Suryo Sulisto menyoroti target pemerintah dalam RAPBN 2025 di mana tax ratio dirancang hanya akan tembus 10,2 persen.
"Lebih kecil dari pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) sebesar 10,5 persen. Bahkan, pemerintah memperkirakan hingga 2029 tax ratio hanya dapat mencapai 11,48 persen dari PDB. Fraksi PDIP mempertanyakan, bagaimana kelanjutan dari rencana untuk mencapai tax ratio 23 persen?" tuturnya.
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel yang memimpin Rapat Paripurna mengatakan pemerintah bakal menanggapi pandangan fraksi-fraksi DPR di sidang yang akan datang. Rapat Paripurna lanjutan bakal dihelat pada Selasa, 27 Agustus 2024.