Membedah Komposisi Utang Pemerintah yang Telah Tembus Rp 8.444 Triliun
14-November-24, 17:01Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Posisi utang pemerintah semakin meningkat hingga semester pertama tahun 2024. Tercatat nilai utang pemerintah teleh menembus level Rp 8.400 triliun.
Berdasarkan data dokumen APBN KiTa edisi Juli 2024, nilai utang pemerintah sampai dengan 30 Juni 2024 ialah Rp 8.444,87 triliun. Nilai itu meningkat sekitar Rp 91,85 triliun dari bulan sebelumnya sebesar Rp 8.353,02 triliun.
Dengan perkembangan tersebut rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) turut terkerek. Rasio utang terhadap PDB pada Juni sebesar 39,13 persen, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 38,71 persen.
Meskipun meningkat, realisasi rasio utang terhadap PDB juga masih di bawah dari batas rasio utang dan target strategi pengelolaan utang jangka menengah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 batas rasio utang sebesar 60 persen, sementara mengacu Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023-2026 targetnya adalah 40 persen.
Jika melihat komposisinya, utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) dengan denominasi rupiah. Tercatat nilai utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp 7.418,76 triliun, atau setara 87,85 persen dari total utang pemerintah.
Secara lebih rinci, nilai SBN domestik sebesar Rp 5.967,70 triliun, terdiri dari surat utang negara (SUN) sebesar Rp 4.732,71 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar Rp 1.234,99 triliun. Kemudian, SBN dengan denominasi valuta asing (valas) nilainya sebesar Rp 1.451,07 triliun, dengan komposisi SUN sebesar Rp 1.091,63 triliun dan SBSN sebesar Rp 359,44 triliun.
Kemudian, nilai utang pemerintah yang berasal dari pinjaman sebesar Rp 1.026,11 triliun, atau setara 12,15 persen total utang pemerintah. Nilai itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 38,10 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 988,01 triliun.
Adapun dilihat dari struktur kepemilikannya, lembaga keuangan memegang sekitar 41,1 persen dari total SBN domestik, kemudian Bank Indonesia (BI) memiliki 23,1 persen. Sementara kepemilikan asing terhadap SBN domestik ialah sebesar 13,9 persen.
"Kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya di bawah 3 persen menjadi 8,6 persen per akhir Juni 2024," tulis Kementerian Keuangan, dalam dokumen APBN KiTa edisi Juli 2024, dikutip Selasa (30/7/2024).
"Sisa kepemilikan SBN domestik dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan," sambung Kemenkeu.
Untuk menjaga risiko utang, pemerintah mengandalkan penerbitan utang dengan tenor jangka panjang. Tercatat profil jatuh tempo utang pemerintah memiliki rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 7,98 tahun.
"Pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal," tulis Kemenkeu.