37 Hari Lagi, KPU Sebut Pasien RSJ di Samarinda Ikut Nyoblos di Pemilu Bulan Depan
14-November-24, 16:13Kumpulan berita terkini mengutip laporan, SAMARINDA - Pesta demokrasi serentak semakin dekat. Seluruh rakyat tengah menyiapkan diri menghadapi pemilihan umum ini, baik bagi para calon pemimpin yang siap bertempur, petugas yang berwenang, maupun masyarakat yang telah memantapkan pilihannya.
Seperti halnya pada sejumlah pasien di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Kota Samarinda, nantinya juga akan berpartisipasi dalam pemilu tahun ini.
Informasi ini disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Samarinda melalui anggota komisioner Divisi Perencanaan Data dan Informasi, Dwi Haryono.
“Karena mereka juga bisa dan yang pasti sudah mumpuni untuk partisipasi dalam pemilu,” ujarnya.
Dwi menjelaskan bahwa saat ini administratif dan rekam data pemilih telah dijalankan, dan kelompok pasien yang memenuhi syarat untuk memberikan suara akan diberikan kesempatan untuk berpartisipasi.
“Ada 27 pasien yang sudah ada datanya sementara, pesertanya ini yang pemilu lalu ikut juga,” sebutnya (7/1/2024).
Ia menjelaskan bahwa pihaknya juga melibatkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Samarinda, kelurahan, dan kecamatan setempat.
“Sudah didatangkan Disdukcapil untuk perekaman KTP langsung, jadi sistem jemput bola,” ungkap Dwi.
Namun, dirinya juga memastikan bahwa hal ini dijalankan sesuai dengan regulasi yang disertai dengan ketentuan dan rekomendasi dari dokter.
“Cara memilihnya nanti ada dua, kami yang masuk ke rumah sakit atau pasiennya yang keluar rumah sakit. Intinya setiap pilkada (pemilihan kepala daerah) ataupun pemilu selalu kami tangani,” tutupnya.
Terpisah, Ayunda Ramadhani selaku Ketua Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Himpunan Psikologi Indonesia Kalimantan Timur (HIMPSI Kaltim), menjelaskan bahwa pasien dari RSJ dapat menjadi pemilih sesuai dengan aturan yang diatur dalam Pasal 4 Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2022.
Namun terdapat kriteria yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk memberikan suara.
Antara lain gejalanya sudah minimal, bukan dalam kondisi gangguan jiwa berat, dan tidak terpengaruh oleh halusinasi atau suara-suara yang mengganggu.
Pasalnya kriteria tersebut memungkinkan mereka untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Asalkan mereka mendapatkan perawatan yang baik dan efektif sehingga gejalanya sangat minimal, mereka masih memiliki hak untuk memilih,” tuturnya.
Selain itu, pasien yang memenuhi kriteria tetap dapat memilih dengan catatan tetapi didampingi dan berada dalam pengawasan.
“Untuk memastikan proses pemilihan berlangsung dengan aman dan terkontrol tentunya,” tutur Ayunda. (*)