Pasal Karet Tak Cukup Membungkam Dandhy Dwi Laksono
14-November-24, 15:49JAKARTA, sumber yang dilansir kumpulan berita terkini – Aktivis sekaligus jurnalis senior, Dandhy Dwi Laksono tahu betul konsekuensi suaranya yang lantang bagi demokrasi.
Dandhy ditangkap polisi pada Kamis (26/9/2019) malam, yang langsung menuai kecaman berbagai kalangan.
Twit Dandhy di Twitter pada 23 September 2019, mengenai kondisi di Papua dianggap menimbulkan kebencian, permusuhan individu dan/atau kelompok berdasarkan SARA oleh polisi.
Ia dijerat Pasal 14 dan 15 KUHP serta Pasal 28 dan 45 UU ITE.
Diperiksa sejak malam hingga pagi, Dandhy tak ditahan polisi, tetapi jadi tersangka.
Kuasa hukum Dandhy, Alghiffari Aqsa mengaku, kliennya tetap percaya diri meskipun menghadapi kriminalisasi.
"Tidak ada yang berbeda dari beliau. Dari intonasi, dari semangat bicaranya, dari ketajaman bicaranya, tidak ada perbedaan. Memang (Dandhy) bukan warga negara biasa, artinya sudah puluhan tahun jadi jurnalis dan tahu konsekuensi yang dia tulis, risikonya apa. Dia juga tahu UU ITE gunanya untuk membungkam warga negara, sehingga dia enggak akan bungkam juga," jelas Alghiffari melalui telepon, Jumat (27/9/2019).
Dandhy memilih irit bicara kepada wartawan terkait status tersangka yang menjeratnya.
Sutradara serial dokumenter “Ekspedisi Indonesia Biru” tersebut menganggap, jeratan UU ITE dan tuduhan ujaran kebencian terhadap warga negara seperti sudah “lumrah” beberapa tahun ke belakang.
"Saya pikir saya bukan korban pertama dari UU ITE. Sangkaan-sangkaan itu banyak yang lebih dahulu mengalami dan saya satu dari sekian banyak warga negara yang mengalami ini," ujar Dandhy ditemui di kediamannya di bilangan Jatiwaringin, Bekasi, Jumat petang.
UU ITE dianggap sebagian kalangan bersifat multitafsir. Sebagian pasal di dalamnya disebut "pasal karet" sehingga dianggap dapat menimbulkan polemik dalam penetapan seseorang sebagai tersangka.
Dandhy menganggap, penangkapan dirinya menjadi penegas bahwa UU ITE bermasalah dan harus direvisi sesegera mungkin.
Namun, pemerintah malah mengebut revisi UU KPK yang melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
"Saya pikir, yang mendesak itu segera mengamendemen UU ITE karena korbannya sudah jelas dan lebih banyak, dibanding mengamandemen UU KPK," kata dia.
Di sisi lain, Dandhy berharap, publik tetap fokus mengawal isu-isu reformasi di luar kasus penangkapan dirinya.