AS Soroti Sistem Pembayaran Digital Indonesia dalam Negosiasi Tarif, BI Angkat Bicara

Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyampaikan kekhawatiran terkait implementasi Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dalam perundingan tarif resiprokal dengan Indonesia. Kebijakan ini dianggap berpotensi menghambat operasional perusahaan asing di pasar domestik.

Menanggapi isu tersebut, Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), menyatakan bahwa negosiasi dengan pihak AS masih berlangsung. Meskipun demikian, ia tidak memberikan detail lebih lanjut mengenai proses negosiasi yang sedang berjalan. "Itu lagi proses ya," ujarnya singkat kepada awak media di Jakarta.

Destry menegaskan bahwa BI memiliki mandat untuk terus mengembangkan dan memfasilitasi sistem pembayaran yang efisien dan inklusif. Implementasi QRIS merupakan salah satu upaya untuk mencapai tujuan ini, termasuk mempermudah transaksi bagi para pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri.

BI aktif memperluas jangkauan QRIS ke berbagai negara tujuan PMI, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Saat ini, BI juga tengah menjajaki kerja sama dengan Korea Selatan, India, dan Arab Saudi untuk memperluas cakupan layanan QRIS.

"Intinya, QRIS ataupun fast payment lainnya, kerja sama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa nggak? Dan sekarang pun, sampai sekarang, kartu kredit, Visa, Mastercard masih juga yang dominan. Jadi itu nggak ada masalah," jelas Destry.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa pemerintah telah berkoordinasi dengan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait masukan dari AS mengenai QRIS dan GPN. Koordinasi ini dilakukan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan dalam kerja sama ekonomi bilateral.

Pemerintah Indonesia juga tengah berupaya untuk menciptakan iklim perdagangan yang adil dan berimbang dengan AS. Selain isu QRIS dan GPN, AS juga menyoroti beberapa aspek lain dalam kebijakan ekonomi Indonesia, termasuk:

  • Perizinan impor melalui sistem Online Single Submission (OSS)
  • Insentif perpajakan dan kepabeanan
  • Kuota impor

Pemerintah berharap bahwa dialog yang konstruktif dengan AS akan menghasilkan solusi yang optimal bagi kedua negara.