Penangkapan Ketua Ormas di Depok Picu Kerusuhan, Mobil Polisi Dibakar Massa

Aksi Premanisme Berujung Pembakaran Mobil Polisi di Depok

Penangkapan seorang ketua ranting organisasi masyarakat (ormas) berinisial TS oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok pada Jumat (18/4/2025) dini hari di Kampung Baru, Harjamukti, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, memicu serangkaian tindakan anarkis. Insiden ini bermula dari dugaan tindak pidana penganiayaan, pengancaman, dan kepemilikan senjata api ilegal yang menjerat TS.

Menurut keterangan Kapolres Metro Depok, Kombes Pol Abdul Waras, kasus ini bermula ketika sebuah perusahaan (PT) hendak melakukan pemagaran di wilayah Kampung Baru. TS bersama sejumlah anggotanya melakukan penghadangan terhadap proses pemagaran tersebut. Mereka mengintimidasi para pekerja dan operator alat berat ekskavator. Tindakan intimidasi tersebut bahkan berujung pada penembakan yang mengenai ekskavator dan melukai operator alat berat. Tersangka TS berlindung di balik ormas yang ia pimpin, mengklaim memiliki hak di lokasi tersebut padahal tidak memiliki dasar hukum yang sah.

Proses penyidikan mengungkapkan bahwa TS telah beberapa kali dilaporkan ke polisi atas berbagai tindak pidana. Selama penyidikan, TS tidak kooperatif sehingga pihak kepolisian melakukan penjemputan paksa di kediamannya. Penjemputan paksa inilah yang kemudian memicu aksi anarkis dari massa pendukungnya.

Kronologi Kerusuhan dan Pembakaran

Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra menjelaskan bahwa penjemputan paksa TS berujung pada aksi pembakaran dan perusakan mobil polisi di Kampung Baru. Pada saat kejadian, 14 personel Sat Reskrim Polres Metro Depok menggunakan empat mobil untuk menjemput TS. Setibanya di lokasi pada pukul 02.00 WIB, tim langsung mengamankan TS.

Beberapa saat setelah penangkapan, seorang pelaku berinisial RS mengirimkan pesan singkat ke grup ormas yang menginformasikan penangkapan TS. Pesan ini kemudian ditindaklanjuti dengan perintah penutupan portal di Kampung Baru oleh seorang bernama SC. RS bersama RSS segera menutup portal yang menjadi salah satu akses keluar dari Kampung Baru. Akibatnya, tiga dari empat mobil polisi yang hendak meninggalkan lokasi terhalang.

Situasi semakin memanas ketika terjadi perkelahian antara petugas kepolisian dan simpatisan TS yang berusaha mempertahankan portal. Satu unit mobil Toyota Avanza yang membawa TS berhasil lolos dari keributan. Namun, tiga mobil lainnya terjebak dan diadang oleh sepeda motor yang sengaja dijatuhkan di jalan.

Pada pukul 03.00 WIB, seorang anggota Polres Metro Depok, Briptu Z, ditarik paksa dari dalam mobil setelah kaca mobilnya dipecahkan. Briptu Z kemudian menjadi korban pengeroyokan oleh massa. Tindakan pemukulan juga dialami oleh anggota Satreskrim Polres Depok lainnya. Massa yang semakin banyak melakukan perusakan terhadap mobil-mobil yang tertinggal. Teriakan provokatif untuk membakar mobil dilontarkan oleh seorang wanita berinisial LA.

SPS, seorang pelaku lain, mengirimkan pesan suara ke grup WhatsApp yang berisi instruksi untuk mengerahkan seluruh anggota ormas ke lokasi kejadian. Sementara itu, mobil Toyota Avanza yang membawa TS tiba di Polres Metro Depok pada pukul 04.00 WIB. Sekitar pukul 05.45 WIB, TS melakukan panggilan video kepada RS yang disaksikan oleh banyak simpatisan di lokasi kejadian. Dalam panggilan tersebut, TS memerintahkan untuk membakar mobil-mobil yang tertinggal di dekat portal.

Berdasarkan rekaman video amatir warga dan Polsek Cimanggis, pada pukul 06.20 WIB, terlihat sebuah mobil Toyota Agya sudah terbalik dan terbakar. Dua mobil lainnya belum dibakar. Namun, pada pukul 06.30 WIB, TS kembali memerintahkan GR untuk membakar mobil. GR kemudian menyulut api dan membakar mobil Toyota Avanza yang berada di lokasi kejadian.

Kompolnas Dorong Evaluasi Ormas

Menanggapi kejadian ini, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Mohammad Choirul Anam, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi ormas yang terbukti terlibat dalam aksi pembakaran mobil polisi di Kampung Baru. Evaluasi ini penting untuk melihat rekam jejak faktual ormas tersebut dan memastikan langkah-langkah yang tepat dalam menangani perlawanan terhadap aparat penegak hukum.

Anam menekankan bahwa kebebasan berorganisasi adalah hak setiap warga negara. Namun, hak tersebut tidak boleh disalahgunakan untuk melakukan tindakan kekerasan. Jika terbukti melakukan tindak kekerasan, ormas tersebut harus dievaluasi dan tidak menutup kemungkinan dibawa ke ranah pidana jika ditemukan bukti yang memberatkan.