Paus Fransiskus: Kesederhanaan Abadi Seorang Pemimpin Gereja yang Melayani
Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, baru-baru ini berbagi pandangannya mengenai sosok Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik yang sederhana dan humanis. Kardinal Suharyo menyoroti bagaimana kesederhanaan Paus Fransiskus tercermin dalam setiap aspek kehidupannya, bahkan hingga dalam persiapan pemakamannya.
Kardinal Suharyo menjelaskan bahwa Paus Fransiskus tidak menginginkan upacara pemakaman yang megah. Baginya, keagungan sejati terpancar dari kesederhanaan dan pelayanan tanpa pamrih. Paus Fransiskus, lanjutnya, memilih untuk tidak tinggal di Istana Kepausan yang mewah, melainkan di Casa Santa Marta, sebuah wisma sederhana di Vatikan, tempat ia berinteraksi langsung dengan para staf dan pelayan Vatikan. Pilihan ini bukan sekadar masalah tempat tinggal, tetapi sebuah simbol perubahan, sebuah pesan bahwa Paus ingin mengubah wajah gereja dari monarki yang berkuasa menjadi gereja yang melayani.
Menurut Kardinal Suharyo, Paus Fransiskus selalu menunjukkan keberpihakannya kepada kaum terpinggirkan. Salah satu contoh nyata adalah kunjungan pertamanya di luar Vatikan ke Pulau Lampedusa, sebuah pulau kecil di Italia Selatan yang menjadi tempat transit para pengungsi dari Afrika. Di sana, Paus Fransiskus memimpin misa dengan altar yang terbuat dari perahu rusak, simbol penderitaan dan harapan para pengungsi yang mencari kehidupan lebih baik. Bahkan, ketika merayakan ulang tahun, Paus Fransiskus mengundang para tunawisma yang biasa tidur di sekitar Lapangan Santo Petrus.
Kesederhanaan Paus Fransiskus juga terlihat dari pakaian dan perlengkapan yang digunakannya sehari-hari. Ia memilih sepatu hitam biasa, alih-alih sepatu merah yang lazim dikenakan oleh seorang Paus. Setiap pilihan, mulai dari hal-hal besar seperti kebijakan gereja hingga hal-hal kecil seperti sepatu yang dikenakan, mencerminkan keberpihakannya kepada mereka yang kurang beruntung.
Sebagai informasi, Paus Fransiskus telah meninggal dunia pada usia 88 tahun setelah sempat dirawat di rumah sakit karena pneumonia. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi umat Katolik di seluruh dunia, namun warisan kesederhanaan dan pelayanannya akan terus menginspirasi banyak orang.