8 Siswi SMP di Labuan Bajo Jadi Korban Kekerasan Seksual di Facebook
13-November-24, 22:05Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Sebanyak 8 orang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi korban kekerasan seksual melalui media sosial Facebook.
Suster Frederika Tanggu Hana, koordinator Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan atau Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) SSpS Flores Barat, mengatakan, modus yang digunakan pelaku yakni terlebih dahulu berteman dengan korban melalui media sosial Facebook.
Ia kemudian mengirimkan pesan yang menginformasikan bahwa pelaku sudah mengantongi foto tanpa busana korban.
"Tujuannya adalah untuk menakut-nakuti, sehingga anak-anak yang menjadi korban menuruti segala permintaan pelaku," ungkap Suster Frederika kepada wartawan di Labuan Bajo, Selasa (14/8/2023).
Ia mengatakan anak-anak SMP yang menjadi korban rata-rata berusia 12 hingga 23 tahun.
Aktivis Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak ini melanjutkan, modus lain dari pelaku adalah berpura-pura menjadi polisi dengan memasang foto profil di Facebook menggunakan seragam lengkap.
Kemudian mengirim pesan kepada korban melalui media sosial. Dia menyampaikan, penyelesaian masalah itu adalah korban wajib mengirim foto tanpa busana agar aman.
Para korban yang masih usia SMP, kata dia, umumnya masih lugu dan menuruti semua permintaan pelaku karena ketakutan.
"Pelaku kasih tahu bahwa saya ini polisi sudah banyak urus kasus, kalau korban kirim foto lagi dengan sendirinya akan dihapus, anak ini tidak pikir panjang langsung kirim. Padahal itu foto pertama kali yang diterima pelaku ini," ungkap Suster Frederika.
Setelah mendapatkan foto dari korban pertama, pelaku kemudian menyasar korban lain, yakni teman sekolah siswa yang menjadi korban pertama.
Kepada korban kedua, pelaku mengatakan bahwa dirinya telah mengantongi foto tanpa busana milik temannya yakni korban pertama.
Modus itu ia gunakan untuk mendapatkan foto yang sama dari korban kedua. Modus serupa ia terapkan terhadap korban-korban lain.
"Korban ini sampai 8 orang dalam satu kelas. Mereka tidak saling bertanya juga karena takut. Pelaku betul-betul buat para korban menjadi ketakutan, apalagi anak-anak ini usianya rentan sekali yang tidak pernah pikir panjang terhadap apa yang diminta pelaku," ungkap dia.
Lebih parah lagi, lanjut dia, pelaku kemudian meminta para siswa yang menjadi korban untuk membuat video dalam keadaan tanpa busana. Ia mengancam mereka. Jika permintaan itu tidak dituruti, pelaku mengancam akan menyebarkan gambar tanpa busana itu ke guru dan orangtua.
"Anak-anak buat dalam keadaan tertekan. Mau tidak mau buat karena diancam. Demi tutup itu, anak-anak layani, tetapi itu yang justru membuat korban ini terperosok lebih jauh," katanya.