WNI Ceritakan Situasi Lebanon di Tengah Eskalasi Konflik Hezbollah-Israel

Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Serangan ke arah Kota Beirut yang dilakukan pasukan Israel membuat sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang bertahan di Lebanon lumayan terkejut dan bingung memilih bertahan atau pulang.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beirut mencatat setidaknya ada 203 WNI yang tinggal di Lebanon, belum termasuk 1.232 personel tentara nasional Indonesia (TNI) yang bertugas di UNIFIL (Pasukan sementara PBB di Lebanon).

KBRI Beirut mengatakan, telah menyiapkan langkah darurat jika ketegangan semakin meningkat.

Pengamat Timur-Tengah menilai saling serang antara Hezbollah dan Israel akan terus berlanjut, namun kemungkinan kecil akan pecah perang terbuka antara kedua pihak.

Suara petir di suatu senja

Jelang azan Maghrib, Ilham Akbar dikejutkan dengan suara “petir” dari luar tempat tinggalnya.

Bergegas ia menuju ke balkon dan memastikan apakah itu benar-benar petir seperti yang tergambar dalam pikirannya.

“Cuma saya lihat ke langit itu seperti tidak ada tanda-tanda hujan atau apa. Dari situ saya langsung mengira bahwa terjadi pengeboman,” kata Ilham kepada BBC News Indonesia, Rabu (31/7/2024), mengenang kejadian yang terjadi sehari sebelumnya.

Kata dia, lokasi pengeboman ini hanya berjarak satu kilometer dari rumah yang ditempatinya di Dahie –pinggiran Kota Beirut bagian selatan.

Sesaat setelah gemuruh itu berlalu, pria yang sedang menyelesaikan studi S2 di Lebanon mengaku melihat warga berhamburan keluar rumah.

“Dan dari arah kiri rumah kami itu keluar asap berbau bahan mesiu seperti asap mercon lah kita bilang,” katanya.

Belakangan, Israel mengeklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut dengan dalih menargetkan seorang komandan Hezbollah yang mereka klaim berada di balik serangan di Dataran Tinggi Golan pada Sabtu lalu – bernama Fuad Shukr.

Dalam keterangan terbaru, Hezbollah mengonfirmasi salah satu komandan militer seniornya itu tewas dalam serangan udara Israel.

Pada Rabu malam, kelompok yang didukung Iran itu mengatakan, jasad Fuad Shukr ditemukan di reruntuhan bangunan yang dihantam serangan udara.

Empat orang lainnya tewas dalam serangan itu, termasuk dua anak-anak.

Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati menyebut serangan itu sebagai "tindakan kriminal".

Dalam serangan di Dataran Tinggi Golan, Israel mengeklaim 12 orang tewas dalam serangan roket Hezbollah. Namun kelompok milisi di Lebanon ini dengan tegas membantah keterlibatannya.

Menurut Ilham, serangan Israel yang jarang terjadi ke wilayah pusat Lebanon baru-baru ini adalah kedua kalinya, setelah wakil pemimpin Hamas, Saleh al-Arouri, tewas dalam serangan Israel pada 2 Januari lalu di Dahieh. Dalam serangan itu, enam orang lainnya juga tewas.

“Saya lumayan terkejut karena sebelumnya pejabat Amerika sudah memperingatkan ke Israel supaya enggak menyerang wilayah-wilayah kota yang padat penduduk. Kami juga nggak ekspektasi akan ada serangan di Beirut,” katanya.

Ilham Akbar, WNI yang sedang menyelesaikan studi S2 jurusan Fiqih Perbandingan Mahzab di Beirut Islamic University, berharap eskalasi tidak semakin meluas –menjadi perang terbuka.

“Kalau misalkan betul-betul terjadi perang, kemudian kita mengevakuasi diri, yang kami takutkan itu untuk kembali ke sini lagi susah," jelasnya.

"Untuk mendapatkan visa Lebanon agak sulit. Jadi ya sebisa mungkin kami mempertahankan diri di sini sampai benar-benar selesai,” kata pria asal Aceh itu.

Sejauh ini, Ilham Akbar mengikuti anjuran dari Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk menghindari wilayah-wilayah rawan konflik, termasuk menyiapkan satu tas khusus dokumen penting agar bisa segera dibawa jika situasi semakin mencekam.

Ia juga mengaku sudah berkali-kali mendapat surat pengumuman “kewaspadaan” dan “kehati-hatian” dari pihak KBRI Beirut.

"Ya mohon doanya dari teman-teman. Mudah-mudahan tidak sampai meluas eskalasi perang secara besar,” kata Ilham.

Rahmatul Ula, WNI lainnya yang tinggal di Beirut, Lebanon, mengaku sudah mendapat empat surat pengumuman dari KBRI. Terakhir, KBRI Beirut mengeluarkan pengumuman pada 30 Juli 2024.

“Ya tentunya bingung. Dalam artian, apa harus tetap bertahan di sini atau memilih pulang saja,” kata ibu tiga anak tersebut.

Ia mengaku sedikit terguncang dalam serangan Israel baru-baru ini di Dahieh.

“Jadi pertimbangannya jadi makin berat untuk bertahan di sini. Karena kan makin melebar ya. Kemarin hanya daerah perbatasan. Sekarang sudah melebar ke daerah biru (aman),” katanya.

Namun, baik Ilham dan Ula, melihat aktivitas masyarakat di pusat kota masih berjalan seperti biasanya. Toko-toko masih buka. Aktivitas pendidikan berjalan dan kantor pemerintahan berjalan rutin.

“Kalau daerah kita masih terbilang normal, kegiatan masyarakat juga masih kayak biasa,” kata Ula.

KBRI Beirut siapkan langkah darurat

Kepala Humas KBRI Beirut di Lebanon, Asrarudin Salam, mengatakan tidak ada laporan WNI yang terluka selama konflik Hezbollah dan Israel, termasuk dalam serangan terbaru di wilayah pada penduduk pada Selasa (30/7/2024) malam.

“Dari komunikasi kami dengan mereka melalui WhatsApp Group, dalam kondisi selamat tidak ada yang terluka atas serangan yang dilakukan oleh Israel di Kota Beirut maupun di daerah lainnya di Lebanon,” kata Asrarudin kepada BBC News Indonesia.

Setelah serangan di kawasan Haret Hreik, Dahieh, Beirut selatan, KBRI Beirut juga telah menetapkan status Siaga 1 ke Jakarta.

“Upaya-upaya pelindungan WNI telah dilakukan dan saat ini masih menunggu keputusan lebih lanjut dari pusat,” tambah Asra.

Menurutnya, hari-hari setelah serangan terbaru di bagian selatan Beirut, warga setempat sudah kembali beraktivitas seperti biasa meskipun sempat diwarnai “semacam kepanikan” di sejumlah wilayah.

Sejumlah maskapai di Bandara Internasional Rafiq Hariri, kata Asrarudin, sempat ditunda penerbangannya tapi saat ini mulai beroperasi kembali.

“Hari ini, itu penerbangan-penerbangan yang sempat tertunda karena khawatir eskalasi meninggi di Beirut, namun kemudian masuk kembali ke Beirut seperti biasa, menurunkan penumpang,” kata pria yang bertugas sebagai Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya di KBRI Beirut.

Asrarudin menambahkan, terdapat 203 WNI yang saat ini berada di Lebanon. Jumlahnya mulai berkurang karena sebagian “memutuskan pulang” atau pindah ke negara lain yang lebih aman.

“Sehingga jumlah WNI semakin berkurang setiap harinya,” katanya.

Dalam pengumuman yang dikeluarkan KBRI Beirut pada Selasa (30/7/2024), disebutkan agar WNI "terus meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian" sebagai antisipasi eskalasi konflik Israel dan Hezbollah.

Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu) mengimbau seluruh WNI di Lebanon untuk memastikan sudah memproses lapor diri kepada KBRI Beirut dan mempertimbangkan untuk dapat keluar dari Lebanon untuk sementara waktu secara mandiri – hal yang diklaim Asrarudin sudah dilakukan oleh KBRI Beirut.

Selain itu, pihak Kemenlu juga meminta WNI menunda rencana perjalanan ke Lebanon "hingga kondisi keamanan telah membaik".

Selain 203 WNI, KBRI Beirut juga melaporkan terdapat 1.232 personel TNI yang bergabung dalam UNIFIL. Sebagian besar dari mereka berada di bagian selatan Lebanon - dekat perbatasan Israel.

“Jadi ada yang bertugas di laut, Marine Task Force, KRI Diponegoro 365, itu personilnya kurang lebih 120 orang. Sisanya itu, seribuan itu adanya di wilayah selatan, yang sampai saat ini masih diserang terus oleh IDF Israel,” kata Asra.

Kata Asrarudin, sejauh ini tidak ada laporan terkait dengan personel TNI yang terluka selama konflik berlangsung.

“Mereka sudah punya SOP sendiri yang ditetapkan oleh PBB, oleh UNIFIL. Sementara kami dari KBRI Beirut itu menetapkan rencana kontingensi khusus untuk masyarakat sipil,” katanya.

Namun, sambung Asra, dalam praktiknya jika eskalasi semakin tinggi, maka KBRI Beirut akan berkolaborasi dengan TNI di UNIFIL untuk mengevakuasi WNI keluar dari Lebanon baik jalur udara, darat maupun laut.

“Nah kalau lewat jalur laut, TNI UNIFIL sudah menyatakan kesiapannya, KRI Diponegoro dalam hal ini, akan mengangkut seluruh WNI untuk dibawa ke tempat yang lebih aman. Misalnya ke Siprus atau ke Turki… Jadi langkah kontingensinya sudah sangat siap,” lanjut Asra.

Mengapa terjadi eskalasi konflik Hezbollah-Israel, dan bagaimana kerusakannya?

Hezbollah dan Israel sudah saling serang sehari setelah serangan Hamas ke Tel Aviv pada 7 Oktober 2023. Hezbollah mengatakan serangan ini sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina.

Saling serang antara pasukan Hezbollah dengan Israel lebih banyak terjadi di wilayah perbatasan Lebanon bagian Selatan dan telah berlangsung berbulan-bulan, meskipun tidak memasuki perang secara terbuka.

Puncaknya –yang membuat konflik makin mencekam– adalah serangan di lapangan olahraga di Dataran Tinggi Golan pada akhir pekan lalu.

Pihak Israel mengeklaim kelompok milisi Hezbollah yang berbasis di Lebanon berada di balik serangan yang menewaskan 12 anak-anak dan remaja tersebut. Sebaliknya, Hezbollah dengan tegas membantah keterlibatannya.

Sejumlah kalangan mengkhawatirkan serangan yang menewaskan 12 orang ini memicu terjadi perang terbuka.

Israel merebut sekitar 1.200 km Dataran Tinggi Golan – tempat Suriah menyerangnya – dalam perang Timur Tengah tahun 1967.

Israel kemudian mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1981, sebuah tindakan yang tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional.

Dataran Tinggi Golan – yang sejak dulu diduduki warga Suriah – ini juga berbatasan dengan Lebanon dan menjadi pangkalan dan pos militer Israel.

Serangan yang terjadi hampir tiap hari antara Hezbollah dan Israel telah menyebabkan kehancuran bagi kedua belah pihak.

BBC menganalisis data dari Armed Conflict Location and Event Data (ACLED) yang menunjukkan kedua pihak secara total melancarkan 7.491 serangan lintas batas udara pada periode 8 Oktober 2023-5 Juli 2024.

PBB mengatakan serangan-serangan ini memaksa 90.000 orang di Lebanon mengungsi, serta 100 warga sipil, dan 366 pejuang Hezbollah tewas dalam serangan Israel.

Di sisi Israel, pejabat setempat mengatakan serangan Hezbollah telah memaksa 60.000 warga sipil mengungsi, dan 33 orang tewas termasuk 10 warga sipil.

Kota Lebanon yang paling parah terdampak serangan adalah Aita el Shaab, Kfar Kila dan Blida dengan 3.200 bangunan kemungkinan mengalami kerusakan.

Di sisi lain, media Israel melaporkan lebih dari 1.000 bangunan telah rusak sejak Oktober 2023.

Apakah ketegangan di Lebanon akan semakin memburuk?

Pengamat Timur-Tengah dari Universitas Gadjah Mada, Siti Mutiah Setiawati, mengatakan “Lebanon memang negara yang termasuk istimewa atau unik di Timur Tengah”.

Hal ini disebabkan penduduknya memiliki ragam keyakinan, atau tidak dikuasai sepenuhnya oleh kelompok Hezbollah.

Mutiah menyinggung Pakta Nasional 1943 yang menjadi dasar pendirian Lebanon sebagai negara multi-keyakinan.

Perjanjian tak tertulis yang masih berlaku hingga kini mendistribusikan kekuasaan pemerintahan Lebanon pada kelompok Kristen Maronit, Sunni, Syiah, Druze hingga Ortodoks Yunani.

Sistem politik Lebanon:

  • Jabatan politik di Lebanon dibagi berdasarkan perjanjian pembagian kekuasaan untuk memastikan bahwa tiga blok agama utama – Syiah, Sunni dan Kristen – terwakili
  • Pakta Nasional tahun 1943 menetapkan pembagian ini, yang menyatakan bahwa presiden harus beragama Kristen, perdana menteri beragama Islam Sunni, dan ketua parlemen beragama Islam Syiah.
  • Presiden dipilih oleh dua pertiga mayoritas parlemen, atau 85 dari 128 anggota legislatif
  • Beberapa upaya di parlemen telah gagal untuk menyepakati presiden secara konsensus, beberapa di antaranya karena boikot dari anggota parlemen.

“Maka warnanya itu memang beda dengan negara-negara Arab lain. Jadi kemudian kalau ada serangan dari Lebanon itu memang bukan mewakili negara. Tapi Hezbollah itu mewakili gerakan politik Islam,” kata Mutiah.

Sejauh ini serangan yang dilancarkan Israel ke Lebanon lebih pada tokoh-tokoh Hezbollah yang didominasi Islam Syiah. Dan, perang antara Hezbollah dan Israel sudah terjadi sejak lama, termasuk konflik yang terjadi pada 2006.

“Jadi ini kalau sikap Israel yang kemudian menjadikan Hezbollah itu menjadi target,” kata Mutiah.

Menurutnya, perang Hezbollah dengan Israel akan terus berlanjut tapi belum tentu pecah sampai perang antar negara.

“Kalau Lebanon mungkin karena penguasanya Kristen Maronit itu saya pesimis,” katanya.

Lebanon juga sedang didera krisis ekonomi dalam satu dekade terakhir.

Ia justru lebih khawatir pecah perang antara Iran dengan Israel setelah kematian pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran.

“Dan yang paling mengkhawatirkan Iran ya sejauh ini ya karena kedaulatannya merasa diguncang setelah serangan pimpinan Hamas. Mengkhawatirkan bagi Israel. Karena dia (Iran) punya nuklir,” kata Mutiah.

https://www.kompas.com/global/read/2024/08/02/162500070/wni-ceritakan-situasi-lebanon-di-tengah-eskalasi-konflik-hezbollah-israel