Nama Soeharto Dihapus dari TAP MPR, Golkar: Apa Salahnya? Mari Kita Berbesar Hati
09-November-24, 16:03Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus mendorong semua pihak berbesar hati menerima sikap MPR RI, yang mencabut nama Presiden ke-2 RI Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998.
Hal itu disampaikan Lodewijk sebagai respons atas munculnya kritik terhadap pencabutan nama Soeharto dari TAP MPR tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme itu.
“Marilah kita berbesar hati ya. Founding father kita, pak Soekarno sudah diitukan (dicabut), apa salahnya? Mungkin Bapak Gus Dur itu ada salahnya apa? Pak Harto ada salahnya? Mari kita melangkah melihat ke depan,” ujar Lodewijk kepada wartawan, Jumat (27/9/2024).
Politikus Golkar itu menekankan, hal terpenting yang perlu menjadi fokus saat ini adalah membangun bangsa dan negara, demi mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Dengan begitu, dia berharap bangsa Indonesia tidak lagi hanya berkutat pada persoalan yang terjadi pada masa lalu, khususnya ketika kepemimpinan Presiden Soeharto.
“Sehingga kita bisa fokus ke depan. fokus kedepan untuk bagaimana membangun bangsa ini. Kenapa? saat kita berbicara 2045, berarti anak-anak yang sekarang, ada usia 20-an tahun itu menjadi pondasi utama. Karena kita mendapatkan bonus demografi,” kata Lodewijk.
Selain itu, Lodewijk berpandangan bahwa generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa tersebut, tidak mengetahui detil-detil peristiwa yang terjadi pada masa lalu.
Atas dasar itu, dia berharap keputusan pencabutan nama Soeharto dari TAP MPR, bisa membuat para generasi muda lebih fokus mempersiapkan diri untuk meneruskan pembangunan.
“Nah anak-anak ini enggak ngerti dia, enggak tau ada apa. Kalau kita hanya berkutat dengan itu saja, ya itu bagian dari sejarah. Tetapi marilah kita berbesar hati kalau satu pihak sudah membuka diri, ada pihak lain juga sebaiknya membuka diri gitu loh,” kata Lodewijk.
“Saya katakan, kita akan fokus. Ini anak-anak muda loh, yang 15-20 tahun nanti akan jadi awak dari bangsa ini, membawa negara ini Indonesia ini. Nah kalo itu terus dibawa, kapan kita mau majunya?” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, MPR resmi mencabut nama presiden kedua Republik Indonesia (RI) Soeharto dari Ketetapan (TAP) Nomor 11 Tahun 1998.
Keputusan tersebut diambil dalam Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Diketahui, TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 atau TAP Nomor XI/MPR/1998 berisi tentang perintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih serta bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Ketentuan tersebut secara eksplisit mencantumkan nama mendiang presiden kedua RI, Soeharto.
Dalam Pasal 4 Tap MPR tersebut secara khusus menyebutkan, upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya, maupun pihak swasta/konglomerat.
Termasuk, terhadap mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, keputusan untuk mencabut nama Soeharto dari Pasal 4 Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 merupakan tindak lanjut dari permintaan Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) di MPR.
Permintaan tersebut disampaikan dalam surat tertanggal 18 September 2024. Keputusan pencabutan pun telah diputuskan dalam rapat gabungan MPR pada 23 September lalu.
Namun, menurut pria yang akrab disapa Bamsoet itu, Tap MPR masih berlaku secara yuridis.
"Status hukum TAP MPR Nomor XI tahun 1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh TAP MPR Nomor I/R 2003," kata dia.
Hanya saja, proses hukum terhadap Soeharto sesuai Pasal 4 TAP MPR XI/MPR/1998 dianggap selesai karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.
"Terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 tersebut, secara diri pribadi, Bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” ujar Bamsoet.