Kemelut Tanjung Priok: Pekerja Harian Tercekik Dampak Kemacetan Kronis

Kemacetan akut yang melanda kawasan Pelabuhan Tanjung Priok beberapa waktu lalu, tepatnya pada pertengahan April 2025, telah memicu keresahan mendalam di kalangan pekerja harian. Serikat Pekerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (SP TKBM) Indonesia lantang menyuarakan dampak signifikan yang dirasakan anggotanya akibat situasi lalu lintas yang tak terkendali tersebut.

Subhan Hadil, Ketua Umum Pimpinan Pusat SP TKBM Indonesia, mengungkapkan bahwa kemacetan ini bukan fenomena baru, melainkan masalah laten yang terus menghantui. Imbasnya sangat terasa bagi pekerja harian yang mengandalkan upah dari setiap pekerjaan yang diselesaikan. Ironisnya, tidak ada kompensasi atau jaminan pengganti pendapatan bagi mereka yang kehilangan jam kerja akibat terjebak kemacetan.

Lebih jauh, Subhan menyoroti dampak domino yang ditimbulkan kemacetan ini. Sopir truk peti kemas, sebagai tulang punggung logistik, merasakan betul kerugian ekonomi. Waktu produktif mereka terbuang percuma hanya untuk menunggu di tengah kemacetan, tanpa ada aktivitas yang menghasilkan. Kondisi ini, menurut Subhan, memicu dampak ekonomi, sosial, dan bahkan imateril yang merugikan berbagai pihak.

Kemacetan Tanjung Priok bukan sekadar masalah lalu lintas biasa. Ini adalah simpul masalah yang mengganggu kelancaran alur ekspor-impor, memicu lonjakan biaya logistik, dan menurunkan efisiensi industri secara keseluruhan. Subhan bahkan mewanti-wanti bahwa situasi ini berpotensi menggerus kepercayaan dunia terhadap sistem pelabuhan nasional Indonesia.

Para sopir truk dan armada logistik menjadi pihak yang paling rentan terdampak. Mereka tidak hanya kehilangan waktu dan pendapatan, tetapi juga menghadapi peningkatan risiko keselamatan kerja di jalan. Lebih memprihatinkan lagi, tidak ada dukungan moril, finansial, atau jaminan sosial yang memadai dari pengusaha untuk meringankan beban mereka.

Kemacetan panjang yang terjadi di sejumlah ruas jalan Jakarta Utara, khususnya di sekitar Tanjung Priok, bermula pada Rabu malam dan baru terurai pada Jumat pagi. Kepadatan lalu lintas yang mencapai titik lumpuh total ini dipicu oleh aktivitas bongkar muat yang meningkat di sejumlah terminal pelabuhan. Peningkatan aktivitas ini dipicu oleh keterlambatan kedatangan tiga kapal dari luar negeri, yang tidak diantisipasi oleh Pelindo akan berdampak signifikan pada volume bongkar muat. Situasi diperburuk dengan momentum konsumen yang berupaya menyelesaikan transaksi sebelum libur panjang.