Kemendag Luruskan Informasi Tarif AS: Tidak Semua Produk Ekspor Indonesia Dikenakan Tarif 47 Persen

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan klarifikasi terkait pemberlakuan tarif oleh Amerika Serikat terhadap barang-barang asal Indonesia. Penjelasan ini disampaikan untuk meluruskan informasi yang beredar mengenai besaran tarif yang dikenakan, sekaligus memberikan gambaran yang lebih akurat kepada pelaku usaha dan masyarakat.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, menjelaskan bahwa terdapat beberapa kategori tarif yang diterapkan oleh AS. Pertama, News Baseline Tarif, yaitu tarif dasar yang mengalami kenaikan sebesar 10% dari tarif sebelumnya. Tarif dasar awal bervariasi tergantung pada jenis produk yang bersangkutan. Tarif ini, menurut Djatmiko, sebelumnya diberlakukan untuk negara mitra dagang AS seperti Meksiko dan Kanada, mulai 5 April 2025.

Selain itu, terdapat tarif resiprokal yang dikenakan kepada seluruh mitra dagang AS, termasuk Indonesia. Besaran tarif resiprokal untuk Indonesia adalah 32%, namun saat ini masih dalam masa penangguhan selama 90 hari. Djatmiko menekankan bahwa masa penangguhan ini memberikan kesempatan bagi kedua negara untuk melakukan negosiasi lebih lanjut.

Kategori tarif lainnya adalah tarif sektoral, yang merupakan tarif tambahan sebesar 25% dari tarif awal yang berlaku untuk produk baja, aluminium, otomotif, dan komponen otomotif. Djatmiko menjelaskan bahwa jika tarif sektoral diterapkan, maka News Baseline Tarif dan tarif resiprokal tidak akan diberlakukan. Artinya, jika sebuah negara seperti Indonesia mengekspor baja, aluminium, otomotif, atau komponen otomotif dan dikenakan tarif sektoral 25%, maka produk-produk tersebut tidak akan dikenakan News Baseline Tarif maupun tarif resiprokal.

Djatmiko juga menanggapi informasi yang beredar mengenai pengenaan tarif hingga 47% untuk seluruh produk ekspor Indonesia. Ia menegaskan bahwa informasi tersebut tidak akurat dan perlu diluruskan. Tidak semua produk ekspor Indonesia dikenakan tarif sebesar itu. Sebagai contoh, untuk produk tekstil dan pakaian, tarif yang dikenakan oleh AS bervariasi antara 5% hingga 20%. Dengan adanya tambahan tarif, maka total tarif yang dikenakan berkisar antara 15% hingga 30%.

Berikut adalah ilustrasi tarif untuk beberapa produk ekspor Indonesia:

  • Tekstil dan Pakaian: Tarif awal 5%-20% menjadi 15%-30% (dengan tambahan)
  • Alas Kaki: Tarif awal 8%-20% menjadi 18%-30% (dengan tambahan 10%)
  • Furnitur Kayu: Tarif awal 0%-3% menjadi 10%-13% (dengan tambahan 10%)
  • Produk Perikanan: Tarif awal 0%-15% menjadi 10%-25% (dengan tambahan)
  • Produk Karet: Tarif awal 2,5%-5% menjadi 12,5%-15% (dengan tambahan)

Djatmiko juga memberikan gambaran mengenai potensi penerapan tarif resiprokal jika tidak ada perubahan dalam 90 hari ke depan. Sebagai contoh, untuk produk tekstil, tarif yang sebelumnya 5%-20% dapat meningkat menjadi 37%-52% (dengan tambahan tarif resiprokal 32%).

Dengan adanya klarifikasi ini, Kemendag berharap dapat memberikan informasi yang lebih jelas dan akurat kepada pelaku usaha dan masyarakat mengenai dampak kebijakan tarif AS terhadap ekspor Indonesia.