Surplus Neraca Dagang Indonesia dengan Amerika Serikat Cetak Rekor Tertinggi dalam Satu Dekade

Neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) menunjukkan tren positif selama satu dekade terakhir, dengan surplus yang konsisten dan mencapai puncaknya pada tahun 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus ini didorong oleh kinerja ekspor non-migas yang kuat, meskipun sektor migas mengalami defisit.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa AS merupakan salah satu kontributor utama surplus neraca perdagangan Indonesia dalam 10 tahun terakhir, bersama dengan India dan Filipina. Data menunjukkan bahwa surplus perdagangan dengan AS terus meningkat dari tahun ke tahun, mencerminkan peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar Amerika.

Berikut adalah rincian surplus perdagangan Indonesia dengan AS selama 10 tahun terakhir (dalam miliar dollar AS):

  • 2015: 8,65
  • 2016: 8,84
  • 2017: 9,67
  • 2018: 8,26
  • 2019: 8,58
  • 2020: 10,04
  • 2021: 14,54
  • 2022: 16,57
  • 2023: 11,97
  • 2024: 14,34

Pada periode Januari-Maret 2025, surplus perdagangan antara kedua negara mencapai 4,32 miliar dollar AS, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,61 miliar dollar AS. Peningkatan ini menunjukkan bahwa tren positif dalam perdagangan bilateral terus berlanjut.

Ekspor non-migas menjadi tulang punggung surplus perdagangan Indonesia dengan AS. Komoditas utama yang diekspor meliputi mesin dan perlengkapan elektrik, alas kaki, serta pakaian dan aksesorinya. Pada Januari-Maret 2025, nilai ekspor non-migas mencapai 9,49 miliar dollar AS, sementara nilai perdagangan migas mencapai 798,3 juta dollar AS.

Komoditas mesin dan perlengkapan elektrik mendominasi ekspor Indonesia ke AS pada tiga bulan pertama 2025, dengan nilai 1,22 miliar dollar AS atau 16,71 persen dari total ekspor Indonesia. Alas kaki menyusul dengan nilai 657,90 juta dollar AS (9,01 persen), diikuti pakaian dan aksesorinya (rajutan) senilai 629,25 juta dollar AS (8,61 persen), serta pakaian dan aksesorinya (bukan rajutan) senilai 568,46 juta dollar AS (7,78 persen).

Peningkatan ekspor keempat komoditas utama ini menunjukkan diversifikasi produk ekspor Indonesia dan peningkatan nilai tambah produk. Namun, tantangan tetap ada, terutama dengan adanya kebijakan tarif impor resiprokal yang diterapkan oleh AS terhadap negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan mereka.

Saat ini, AS menunda penerapan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap Indonesia selama 90 hari. Pemerintah Indonesia tengah memanfaatkan periode ini untuk melakukan negosiasi dengan pejabat AS guna menurunkan tarif yang dikenakan, terutama terhadap 20 produk ekspor utama Indonesia.

Pemerintah Indonesia menargetkan penyelesaian pembahasan isu dalam 60 hari dan memiliki sisa waktu 30 hari untuk implementasi kesepakatan. Diharapkan negosiasi ini dapat menghasilkan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak dan menjaga kelangsungan hubungan perdagangan yang sehat antara Indonesia dan AS.

Secara keseluruhan, surplus neraca perdagangan Indonesia dengan AS merupakan pencapaian positif yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Diversifikasi produk ekspor, peningkatan nilai tambah, dan negosiasi yang efektif menjadi kunci untuk menjaga momentum pertumbuhan perdagangan bilateral di masa depan.