Herlin Beatrix Monim: Kiprah Perempuan Papua di Parlemen, dari Aktivis Partai hingga Wakil Ketua DPRP
Inspirasi dari Tanah Papua: Perjalanan Politik Herlin Beatrix Monim
Herlin Beatrix Maryke Monim, seorang tokoh perempuan inspiratif dari Papua, kini menduduki kursi Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua. Perjalanan politiknya yang panjang dan berliku merupakan cerminan semangatnya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan berkontribusi bagi pembangunan Papua.
Lahir pada 1 Juli 1975, Beatrix Monim telah menorehkan sejarah sebagai salah satu perempuan Papua yang berhasil menembus dominasi laki-laki di dunia politik. Ia memulai kiprahnya dengan bergabung dengan Partai Republika pada tahun 2009, meskipun belum berhasil meraih kursi di parlemen pada saat itu. Namun, kegagalan tersebut tidak mematahkan semangatnya. Pada tahun 2010, ia memutuskan untuk bergabung dengan Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan dipercaya mengemban amanah sebagai bendahara partai di tingkat provinsi.
Keberuntungan berpihak padanya pada Pemilu 2014. Partai NasDem berhasil meraih tiga kursi di DPRP Papua, dan Beatrix Monim terpilih sebagai wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) I yang meliputi Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Sarmi. Kemenangan ini menjadi titik balik dalam karier politiknya.
"Perjuangan di dunia politik bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan proses, motivasi, dan panggilan untuk melayani masyarakat," ujar Beatrix, menggambarkan perjalanan panjangnya hingga mencapai posisi saat ini.
Saat ini ia telah menjabat sebagai anggota DPRP Papua selama tiga periode, dimulai dari 2014 hingga 2029. Ia membuktikan bahwa dengan kerja keras, dedikasi, dan dukungan dari masyarakat, perempuan Papua juga mampu berkiprah di dunia politik dan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah.
Menghadapi Tantangan Budaya Patriarki
Namun, Beatrix Monim menyadari bahwa tantangan bagi perempuan di Papua tidaklah mudah. Budaya patriarki yang masih kuat mengakar menjadi salah satu hambatan utama. Ia mencontohkan bagaimana dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), perempuan seringkali dianggap tidak layak untuk memimpin.
"Budaya patriarki ini dianggap sebagai salah satu lapisan yang menjadi hambatan, baik dari segi budaya, pengaruh sosial, termasuk di bidang politik," jelasnya.
Meski demikian, Beatrix tetap optimistis dan terus berupaya untuk melawan stigma negatif terhadap perempuan. Ia bersyukur bahwa masyarakat dan suku adatnya menerima kehadirannya dan memberikan kesempatan untuk berbicara.
Ia juga menekankan pentingnya pemanfaatan kuota 30 persen untuk perempuan dalam politik, yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Kuota ini menjadi pintu masuk bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik dan pengambilan kebijakan.
Dukungan Keluarga dan Pesan untuk Perempuan Papua
Sebagai satu-satunya perempuan yang menjabat sebagai Wakil Ketua I DPRP Papua, Beatrix Monim merasa terhormat atas kepercayaan yang diberikan kepadanya. Ia menegaskan bahwa selama bertugas di DPRP Papua, ia diberikan ruang dan kesempatan yang sama dengan anggota lainnya.
Dukungan keluarga, terutama dari almarhum suami dan anak-anaknya, menjadi salah satu faktor penting dalam perjalanan karier politiknya. Dukungan ini membantunya menghadapi berbagai tantangan dan kritik yang muncul selama bertugas.
Beatrix Monim berharap, perempuan Papua lainnya berani melangkah ke dunia politik. Ia berpesan agar para perempuan tidak hanya aktif menjelang pemilu, tetapi juga mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum pesta demokrasi.
"Jangan tunggu momen pemilu baru aktif, tetapi harus mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum pesta demokrasi," pesannya.
Ia percaya bahwa setiap perempuan memiliki kekuatan alami dalam kepemimpinan, terutama dalam konteks keluarga, dan perlu didukung untuk mengambil peran yang lebih besar dalam masyarakat.
Dengan semangat dan komitmen yang tinggi, Beatrix Monim terus berjuang untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan di bidang politik. Ia yakin bahwa jika ada satu perempuan yang berhasil menembus dinding politik, maka akan ada puluhan perempuan lainnya yang akan mengikuti jejaknya.