Nostalgia Jalur Kereta Bandung-Ciwidey: Kenangan Masa Lalu dan Harapan Reaktivasi

Endang, seorang warga berusia 67 tahun, masih menyimpan erat memori tentang kereta api yang menghubungkan Bandung dan Ciwidey. Baginya, suara klakson kereta adalah melodi yang akrab di telinga, menemani masa kecilnya di Kampung Cibereum Jati, Desa Sadu, Soreang, Kabupaten Bandung. Walaupun jalur kereta api ini telah lama tak beroperasi, kenangan tentang masa kejayaannya tetap hidup dalam benak Endang.

Endang menceritakan pengalamannya menaiki kereta Bandung-Ciwidey saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Momen itu menjadi pengalaman pertamanya naik kereta Bandung-Ciwidey, setelah itu ia sering menaiki kereta saat bulan puasa untuk ngabuburit dari Soreang ke Ciwidey atau sebaliknya. Dulu, terdapat pemberhentian sementara di belakang Koramil Soreang, yang disebut warga sebagai "stoplas" kecil, tempat kereta berhenti sejenak dalam perjalanannya dari Stasiun Soreang menuju Stasiun Ciwidey. Endang juga masih mengingat bentuk tiket kereta Bandung-Ciwidey yang kecil menyerupai kartu domino.

Namun, tak jarang Endang kecil dan teman-temannya memanfaatkan kesempatan untuk naik kereta tanpa membayar. Mereka menyelinap masuk tanpa membeli tiket.

Lebih dari sekadar transportasi penumpang, kereta api Bandung-Ciwidey juga berperan penting dalam mengangkut hasil bumi. Warga dari Ciwidey, Rancabali, dan Pasir Jambu mengandalkan kereta untuk membawa hasil pertanian mereka ke Kota Bandung. Sayuran, gabah, bahkan hewan ternak diangkut menggunakan kereta untuk dijual di pasar.

Sayangnya, kenangan tentang kereta Bandung-Ciwidey juga menyimpan kisah kelam. Pada tahun 1972, Endang menjadi saksi kecelakaan kereta api di sekitar Sukajadi. Jalur yang menurun dan berbelok tajam diduga menjadi penyebab kereta keluar dari rel. Endang tidak ingat apakah ada korban dalam kejadian tersebut.

Kini, jalur rel yang dulu menjadi urat nadi kehidupan masyarakat telah berubah menjadi jalan setapak, fondasi rumah, bahkan sebagian tertutup bangunan. Namun, bagi Endang, jalur rel tersebut tetap hidup dalam ingatannya.

Saat ini, pemerintah berencana untuk mereaktivasi jalur kereta api Bandung–Ciwidey. Rencana ini disambut baik oleh Endang, yang menganggap kereta sebagai simbol kemajuan dan kenangan. Ia berharap reaktivasi ini dapat mendongkrak pariwisata dan ekonomi Jawa Barat. Namun, Endang juga mengingatkan agar pemerintah memperhatikan nasib warga yang tinggal di sekitar rel dan memberikan ganti rugi yang layak.

Jejak masa kejayaan kereta api Bandung-Ciwidey masih dapat ditemukan di jalur rel yang menghubungkan Desa Sadu dengan Desa Cilame, Kecamatan Kutawaringin, dan Desa Sadu, Kecamatan Soreang. Jika kelak suara klakson kereta kembali terdengar, Endang berharap dapat kembali merasakan sensasi menaiki kereta dari Ciwidey ke Bandung. Ia ingin melihat bagaimana rasanya naik kereta di era modern, dengan harapan semua orang dapat menikmati manfaatnya tanpa ada yang dikorbankan.