Kusta di Indonesia: Mengenal Perbedaan Tipe dan Strategi Penanggulangan

Kasus kusta kembali menjadi sorotan di Indonesia, dengan Kementerian Kesehatan mencatat peningkatan signifikan pada tahun 2023. Data menunjukkan adanya 14.376 kasus baru, menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga dunia setelah India dan Brasil. Situasi ini memicu perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk dinas kesehatan daerah yang berupaya menekan penyebaran penyakit ini.

Kusta, atau yang dikenal juga sebagai penyakit Hansen, merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini menyerang terutama kulit, saraf tepi, dan saluran pernapasan bagian atas. Penyakit ini diklasifikasikan menjadi dua jenis utama berdasarkan jumlah lesi kulit dan keberadaan bakteri, yaitu kusta paucibacillary (PB) atau kering, dan kusta multibacillary (MB) atau basah.

Perbedaan Kusta Kering dan Kusta Basah

Perbedaan utama antara kedua jenis kusta ini terletak pada tingkat keparahan dan potensi penularan. Berikut adalah rincian perbedaan tersebut:

  • Kusta Kering (Paucibacillary):
    • Jumlah lesi kulit: Terbatas, biasanya antara 1 hingga 5 lesi.
    • Pemeriksaan bakteri: Hasil apusan kulit negatif, menunjukkan jumlah bakteri yang rendah.
    • Gejala: Lesi kulit mati rasa tanpa keterlibatan saraf yang luas. Penderita mungkin tidak merasakan sakit, sentuhan, atau suhu pada area yang terkena.
    • Penularan: Risiko penularan relatif rendah karena jumlah bakteri yang sedikit.
  • Kusta Basah (Multibacillary):
    • Jumlah lesi kulit: Banyak, lebih dari 5 lesi dan dapat menyebar luas di tubuh.
    • Pemeriksaan bakteri: Hasil apusan kulit positif, menunjukkan jumlah bakteri yang tinggi.
    • Gejala: Lesi kulit yang luas, mati rasa, dan seringkali disertai dengan pembesaran saraf tepi. Hal ini dapat menyebabkan kelemahan otot dan deformitas.
    • Penularan: Risiko penularan lebih tinggi karena jumlah bakteri yang banyak.

Penanganan dan Pengobatan Kusta

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan terapi multidrug (MDT) sebagai pengobatan standar untuk kusta. MDT merupakan kombinasi beberapa jenis antibiotik yang efektif membunuh bakteri Mycobacterium leprae dan mencegah resistensi obat. Lama pengobatan bervariasi tergantung pada jenis kusta:

  • Kusta Kering (PB): Pengobatan berlangsung selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin dan dapsone.
  • Kusta Basah (MB): Pengobatan berlangsung selama 12 bulan dengan kombinasi rifampisin, dapsone, dan clofazimin.

Pencegahan Kusta

Pencegahan kusta melibatkan beberapa langkah penting untuk memutus rantai penularan dan melindungi individu yang berisiko:

  • Deteksi Dini dan Pengobatan Segera: Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala yang mencurigakan, seperti bercak kulit mati rasa, segera periksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat.
  • Pemeriksaan Kontak Serumah: Anggota keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan pasien kusta perlu menjalani pemeriksaan rutin untuk mendeteksi gejala awal.
  • Edukasi dan Pengurangan Stigma: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kusta dapat mengurangi stigma dan mendorong penderita untuk mencari pengobatan lebih awal. Ini juga membantu mencegah diskriminasi terhadap penderita kusta.
  • Sanitasi dan Kebersihan: Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan yang baik dapat membantu mengurangi risiko penularan penyakit.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang kusta, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dan proaktif dalam mencegah penyebaran penyakit ini. Dukungan dan perhatian terhadap penderita kusta juga sangat penting untuk memastikan mereka mendapatkan pengobatan yang tepat dan terintegrasi kembali ke masyarakat.