Industri Tekstil Nasional Terancam Banjir Impor Akibat Perang Dagang Global
Industri Tekstil Nasional Terancam Banjir Impor Akibat Perang Dagang Global
Jakarta - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional menghadapi tantangan serius akibat serbuan produk impor, yang diperparah oleh perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kondisi ini disampaikan langsung oleh para pelaku industri kepada Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam sebuah pertemuan di sela-sela pameran Inatex - Indo Intertex 2025.
Para pengusaha mengeluhkan bahwa produk impor, khususnya pakaian jadi, kini membanjiri pasar domestik dan menekan daya saing produk lokal. Situasi ini dipicu oleh pengalihan ekspor dari negara-negara yang terkena dampak perang tarif AS-China ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Praktik transhipment, yaitu upaya memanipulasi asal barang untuk menghindari bea masuk, semakin memperburuk keadaan.
Menanggapi keluhan tersebut, Menperin Agus Gumiwang menegaskan komitmen pemerintah untuk melindungi industri TPT nasional. Ia menyatakan bahwa praktik impor ilegal, termasuk transhipment, tidak dapat ditoleransi dan akan ditindak tegas. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah pengetatan pengawasan terhadap penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO), terutama yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan dokumen yang dapat merugikan industri dalam negeri.
"Pemerintah tidak akan membiarkan sektor TPT yang tengah menghadapi berbagai tantangan berjalan sendiri. Kami bersama dunia usaha berkomitmen untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada di lapangan," ujar Menperin Agus.
Upaya Pemerintah dalam Mendukung Industri TPT
Pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif dan kebijakan pro-industri untuk membantu sektor TPT. Upaya tersebut meliputi:
- Fasilitasi pembiayaan
- Pelatihan sumber daya manusia (SDM) industri
- Penguatan pengawasan impor
- Kebijakan pengendalian produk asing
Menperin Agus menekankan pentingnya pasar domestik sebagai benteng bagi industri TPT lokal. Dengan populasi yang besar dan kebutuhan sandang yang tinggi, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar. Oleh karena itu, melindungi industri TPT lokal berarti melindungi jutaan pekerja yang bergantung pada sektor ini. Pemerintah juga telah menyediakan program insentif khusus karena industri TPT merupakan industri padat karya.
Industri TPT merupakan salah satu sektor andalan perekonomian nasional, karena selain padat karya, juga berorientasi ekspor. Sektor ini terus dikembangkan dalam jangka panjang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional, Kebijakan Industri Nasional Tahun 2020-2024, dan roadmap Making Indonesia 4.0.
Kinerja Industri TPT
Industri TPT telah menunjukkan kinerja yang positif dan menjadi kontributor kelima terbesar terhadap nilai ekspor industri manufaktur nasional. Pada tahun 2024, nilai ekspor TPT mencapai US$ 11,96 miliar, menyumbang 6,08 persen dari total ekspor industri manufaktur nasional. Ekspor sektor ini tumbuh sebesar 2,67 persen, sementara impor turun 6,20 persen, sehingga neraca perdagangan meningkat hingga 20,99 persen. Sektor ini juga mencatatkan pertumbuhan PDB sebesar 4,26 persen pada tahun 2024.
"Hingga Agustus 2024, industri TPT telah menyerap 3,97 juta tenaga kerja, atau 19,9 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur," jelas Menperin Agus.
Investasi di sektor TPT juga menunjukkan tren positif. Pada periode 2019 hingga triwulan III 2024, penanaman modal dalam negeri (PMDN) tercatat sebesar Rp 24,44 triliun dan penanaman modal asing (PMA) sebesar US$ 2,59 miliar, yang mencakup 18.493 proyek. Meskipun investasi mayoritas mengalir ke industri tekstil, sektor pakaian jadi terbukti menyerap lebih banyak tenaga kerja.