Kualitas Kredit Perumahan Mengkhawatirkan: Risiko Kredit Macet KPR Meningkat Tajam di Tengah Tekanan Ekonomi

Kondisi perekonomian yang penuh tantangan nampaknya mulai berdampak pada kemampuan masyarakat dalam membayar cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Data terbaru menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam rasio kredit bermasalah (NPL) KPR, mengindikasikan bahwa semakin banyak debitur yang kesulitan memenuhi kewajiban finansial mereka.

Bank Indonesia mencatat, pada Februari 2025, NPL KPR telah mencapai 2,99 persen, sebuah peningkatan dari bulan sebelumnya yang berada di angka 2,88 persen. Angka ini menjadi yang tertinggi dalam empat tahun terakhir, melampaui catatan tahun 2021 yang sebesar 2,94 persen. Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius bagi industri perbankan dan pasar properti secara keseluruhan.

Beberapa bank besar pun mengakui adanya tren peningkatan NPL KPR. Executive Vice President Consumer Loan BCA, Welly Yandoko, menyampaikan bahwa secara year-to-date hingga Maret 2025, BCA mengalami peningkatan NPL KPR, meskipun masih dalam batas yang terkendali. Data menunjukkan NPL KPR BCA naik dari 1,26 persen pada Desember 2024 menjadi 1,54 persen pada Maret 2025. BCA melihat potensi kenaikan NPL masih ada, dipicu oleh tekanan ekonomi global yang merambat ke dalam negeri. Untuk mengantisipasi hal ini, BCA memperketat proses akuisisi nasabah, termasuk analisis mendalam terhadap kemampuan bayar, memperkuat sistem Know Your Customer (KYC), dan rutin memantau kualitas kredit secara ketat.

BTN juga merasakan dampak serupa. Direktur Manajemen Risiko BTN, Setiyo Wibowo, mencatat adanya peningkatan risiko kredit di sektor konsumer dan UMKM. NPL KPR BTN saat ini berada di level 2,9 persen. Menurut Setiyo, peningkatan ini disebabkan oleh penurunan kemampuan debitur dalam membayar, terutama mereka yang sebelumnya mendapatkan restrukturisasi kredit dan kini harus membayar angsuran secara normal. Faktor lain yang memengaruhi adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penurunan pendapatan yang dialami oleh sebagian debitur. Meskipun demikian, BTN tetap menargetkan pertumbuhan KPR yang sehat sebesar 10 persen dengan menjaga NPL di bawah 2,5 persen. Strategi yang diterapkan BTN meliputi fokus pada KPR rumah pertama (baik subsidi maupun non-subsidi) yang dianggap memiliki risiko lebih rendah, memperluas pasar ke segmen menengah atas yang dinilai lebih resilien terhadap gejolak ekonomi, serta terus memperbarui proses bisnis dengan teknologi dan analisis data.

Namun, tidak semua bank mengalami tren yang sama. Bank Mandiri justru mencatatkan penurunan NPL KPR. Vice President Mortgage Product Development Bank Mandiri, Ruby Indra, menyatakan bahwa NPL KPR mereka tetap terjaga berkat strategi bank yang fokus pada bisnis ekosistem wholesale. Rasio NPL KPR Bank Mandiri turun dari sekitar 2,8 persen pada Januari menjadi sekitar 2,7 persen pada Februari, dan terus menunjukkan tren penurunan seiring dengan perbaikan kualitas akibat fokus ke pasar yang sehat. Bank Mandiri memproyeksikan rasio NPL KPR akan stabil di kisaran 2,6 persen hingga 2,7 persen hingga akhir 2025. Bank ini akan terus fokus pada segmen ekosistem wholesale dan nasabah eksisting.

Secara keseluruhan, tren peningkatan NPL KPR menjadi sinyal waspada bagi industri perbankan dan pasar properti. Meskipun beberapa bank mampu menjaga atau bahkan menurunkan NPL KPR mereka, tantangan ekonomi yang ada saat ini memerlukan kewaspadaan dan strategi pengelolaan risiko kredit yang lebih ketat. Bank-bank perlu lebih selektif dalam memberikan KPR, melakukan analisis kemampuan bayar yang lebih cermat, dan terus memantau kualitas kredit secara berkala. Di sisi lain, pemerintah dan regulator perlu terus memantau kondisi ekonomi makro dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan membantu masyarakat dalam memenuhi kewajiban finansial mereka.

Berikut ini adalah beberapa faktor yang memengaruhi kondisi NPL KPR:

  • Kondisi Ekonomi Makro: Pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi yang tinggi, dan suku bunga yang meningkat dapat menekan daya beli masyarakat dan meningkatkan risiko gagal bayar.
  • Kebijakan Pemerintah dan Regulator: Kebijakan terkait suku bunga KPR, uang muka, dan restrukturisasi kredit dapat memengaruhi kemampuan masyarakat dalam membeli dan membayar cicilan rumah.
  • Kondisi Pasar Tenaga Kerja: PHK dan penurunan pendapatan dapat menyebabkan debitur kesulitan membayar cicilan KPR.
  • Strategi Bank: Kebijakan bank dalam memberikan KPR, manajemen risiko kredit, dan penanganan kredit bermasalah dapat memengaruhi tingkat NPL KPR.